Selasa, 26 April 2022. Hari ini, koalisi masyarakat yang terdiri dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Indonesia Corruption Watch (ICW), LBH Jakarta & Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan menyerahkan 14 ribu tanda tangan petisi daring Change.org. Meminta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengusut dugaan kartel minyak goreng agar harga bisa kembali stabil.
Petisi tersebut dapat diakses melalui www.change.org/KartelMinyakGoreng dan www.change.org/TurunkanHargaMinyakGoreng
Dalam acara penyerahan petisi, KPPU juga membuka ruang diskusi yang melibatkan perwakilan organisasi yang menginisiasi kedua petisi. Dr. Guntur Syahputra Saragih, M.S.M, Wakil Ketua KPPU menyambut baik kedatangan koalisi masyarakat. Ia mengatakan penyerahan petisi ini menjadi yang pertama kalinya dari masyarakat langsung.
“Barangkali ini wujud perkara minyak goreng ini menjadi perhatian publik dan berdampak bagi masyarakat dan tentunya setiap hal yang berdampak bagi masyarakat menjadi concern KPPU”, kata Guntur.
Tulus Abadi, Ketua YLKI menjelaskan awal mula mereka membuat petisi karena adanya kenaikan harga minyak goreng, disusul dengan penerapan HET, kelangkaan stok, dan kembali lagi dengan kenaikan harga. Tulus melanjutkan, polemik ini kemudian memunculkaan dugaan adanya kartel. Sehingga mereka membuat petisi.
“Petisi itu ibarat vaksin, yang adalah booster untuk mendorong teman-teman KPPU untuk melakukan suatu tindakan untuk membongkar dugaan adanya kartel itu. Kami yakin KPPU sudah mengendus adanya kartel ini, tapi akan lebih cepat lagi kalau ada booster dari masyarakat dengan adanya petisi ini,” ucap Tulus.
Sayangnya, Tulus melihat Kementerian Perdagangan kurang melibatkan KPPU dalam proses pengambilan kebijakan terkait harga minyak goreng.
“Ini menurut saya merupakan bentuk anomali, kenapa Kementerian Perdagangan tidak mau bicara dalam ruang persaingan, hanya bicara soal remeh-temeh nya, bukan aspek holistik”, lanjut Tulus.
Baca Juga: Safari Pangan Jujur di Malang
Perwakilan ICW, Egi Primayogha, menambahkan bahwa polemik langka dan mahalnya minyak goreng telah berlangsung berlarut-larut tanpa penanganan efektif dari pemerintah. Setelah gagal dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan pejabat Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama 3 pihak lain dari group perusahaan penikmat insentif sawit terbesar sebagai tersangka korupsi pemberian Persetujuan Ekspor.
Ia mengatakan dalam kasus penetapan 4 orang tersangka korupsi pemberian Persetujuan Ekspor, Kejagung juga perlu menelusuri dugaan keterlibatan korporasi dan aktor lain, khususnya pejabat di Kemendag.
“Penetapan tersangka ini seakan mengamini pernyataan Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, yang pernah menyebut mafia sebagai dalang di balik masalah minyak goreng”, kata Egi.
Ferri Setya Budi, Staff Advokasi KRKP mengusulkan, jika mengacu pada undang-undang, sebenarnya bisa diadakan skenario pengaturan minyak goreng seperti yang dilakukan pada beras, di mana ada skenario cadangan yang bisa pemerintah atur, seperti Bulog yang mencadangkan beras.
“Karena kita menjadi eksportir terbesar, akan sangat lucu kalau kita tidak punya cadangan minyak goreng yang bisa diatur, sehingga bisa menjawab situasi seperti sekarang,” kata Ferri.
Baca Juga: Ramadhan, Kenaikan Harga Pangan, dan Kesejahteraan Petani
Koalisi masyarakat meyakini bahwa aktor utama penyebab kelangkaan dan kemahalan harga minyak goreng belum ditangkap. Oleh karena itu mereka mendorong pemerintah harus menuntaskan penyelidikan atas dugaan kartel dan mafia minyak goreng.
Menutup konferensi pers, Dr. Guntur mengapresiasi langkah koalisi masyarakat sipil yang mewakili suara masyarakat. Ia juga menghimbau kepada siapapun yang memiliki data atau bukti apapun boleh melaporkannya kepada KPPU, sehingga bisa berkontribusi menuntaskan polemik minyak goreng.