Penyelengaraan pangan yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus dilakukan sebaik-baiknya oleh negara. Konstitusi secara jelas telah mengatur bahwa negara diwajibkan menjaga ketersediaan dan stabilitas pangan agar masyarakat bisa mengakses pangan dengan layak1. Saat ini fenomena kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng baik kemasan maupun curah menandakan kondisi pemenuhan pangan di Indonesia tidak baik-baik saja. Situasi kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng ini dipengaruhi oleh kondisi eksternal dan internal pasar dan kebijakannya yang mengaturnya.
Faktor eksternal diantaranya adalah peningkatan permintaan pasar global terhadap minyak nabati melonjak yang secara langsung berpengaruh pada peningkatan harga minyak nabati di pasar global. Faktor eksternal lain berupa situasi geopolitik global juga memberikan efek psikologis pada pasar hingga gangguan distribusi yang mana hal ini menyebabkan kenaikan harga di pasar global. Lebih mendalam pengaruh situasi kebijakan internal yang mengatur minyak goreng di Indonesia turut memperkeruh situasi. Tidak adanya data yang valid yang menjadi dasar pengambilan keputusan baik di ranah produksi, distribusi, hingga konsumsi. Selain itu terdapat kebijakan yang saling bertolak belakang seperti dana sawit BPDPKS yang mana didapatkan dari pungutan ekspor dan disalurkan kembali ke dalam negeri dalam bentuk subsidi, sayangnya kebijakan ini menyebabkan perusahaan banyak mengejar untuk memproduksi biodiesel B30 karena ada jaminan keuntungan dari aliran dana BPDPKS ketimbang memproduksi minyak goreng. Kebijakan lain yang kontraproduktif adalah penetapan HET minyak goreng yang menyebabkan perusahaan menahan stok, memilih ekspor, dan memperbesar kuota untuk memproduksi biodiesel. Situasi tidak berbeda ketika pemerintah mencabut HET kemasan dan meneruskan HET untuk minyak curah yang mana tetap tidak efektif.
Kebijakan yang dibuat serampangan tanpa data yang valid dan cenderung menguntungkan pengusaha, mengindikasikan ada desakan yang kuat dari pengusaha sehingga seperti yang kita ketahui bersama saat ini, terdapat kasus biaya transaksi dalam pengurusan izin ekspor CPO yang melibatkan pejabat pemerintah dan pengusaha. Pertanyaan selanjutnya apakah sampai disitu penyelewengan dan tindakan melawan hukum yang terjadi dalam kasus minyak goreng?