Agar bisa hidup sehat, setiap orang membutuhkan pangan yang cukup baik dari sisi kualitas ataupun jumlahnya. Kualitas pangan meliputi aspek fisik, mutu, keamanan, dan kandungan gizi. Di dalam makanan terdapat zat-zat gizi yang juga disebut nutrisi. Zat gizi yang terkandung dalam makanan meliputi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. Kualitas gizi menekankan keanekaragaman pangan. Setiap manusia tidak hanya membutuhkan makanan pokok, tetapi juga bahan pangan lainnya. Semakin beragam dan seimbang komposisi pangan yang dikonsumsi maka semakin baik kualitas gizinya. Sedangkan kuantitas pangan adalah jumlah atau volume pangan yang dikonsumsi dan zat gizi yang dikandung bahan pangan.
Pangan yang beragam amat penting bagi kita karena tidak ada satu jenis pangan pun yang dapat menyediakan gizi secara lengkap. Dengan konsumsi yang beragam, maka kekurangan zat gizi dari satu jenis pangan akan dilengkapi gizi dari pangan lainnya. Pada sisi lain, kesadaran akan pentingnya konsumsi pangan beragam menghindari ketergantungan terhadap satu jenis pangan (beras) dan pangan impor.
Ribuan masyarakat desa yang ada di Indonesia sejak lama telah mengembangkan pola makan tradisional atau lokal yang menyediakan aneka makanan. Makanan tradisional Indonesia mencakup segala jenis makanan olahan asli Indonesia termasuk makanan utama, kudapan, dan minuman. Sumberdaya alam Indonesia memiliki potensi ketersediaan pangan yang beragam dari satu wilayah ke wilayah lainnya, baik sebagai sumber karbohidrat maupun protein, vitamin dan mineral. Pola makan lokal ini kaya akan zat gizi untuk kesehatan dan pertumbuhan karena terdiri dari berbagai variasi seperti aneka makanan pokok, sayur–sayuran, lauk pauk, kacang-kacangan, dan berbagai macam bumbu yang mengandung lemak dan gula. Pangan pokok masyarakat juga beragam seperti beras, jagung, singkong, ubi jalar, sagu, talas dan kentang.
Pola pangan masyarakat mengalami perubahan seiring dengan perkembangan teknologi dan industri pertanian-pangan, sarana transportasi dan komunikasi serta perluasan pasar. Produk pangan olahan dipasarkan melalui pasar modern dan mini market bahkan berbagai rumah makan cepat saji. Kebutuhan pangan rakyat Indonesia yang berjumlah lebih dari 215 juta orang dan terus bertambah menjadi daya tarik yang luar biasa bagi industri pangan global dan nasional. Liberalisasi perdagangan pangan telah memungkinkan berbagai jenis pangan baik mentah maupun olahan masuk ke kota-kota bahkan pelosok desa di Indonesia.
Kecenderungan ini dapat disebut sebagai proses globalisasi pangan. Sistem pangan global mendorong kompetisi antar perusahaan, antar wilayah dan antar negara untuk memproduksi pangan secara besar-besaran dengan menggunakan teknologi modern. Budidaya tanaman atau ternak secara monokultur (tunggal) serta penggunaan input modern baik benih, pupuk dan pestisida kimia secara besar-besaran. Selain merusak lingkungan, cara itu juga membahayakan konsumen karena kandungan racun dalam makanan yang diproduksi tetap terbawa.
Pilar ini berfokus di tingkat konsumen. Bagaimanapun kedaulatan pangan oleh petani harus didorong oleh ekosistem kompleks termasuk kebiasaan para konsumen dalam mengonsumsi suatu pangan. Bila ada produsen, maka sudah pasti ada konsumen. Antara keduanya ada relasi yang saling bergantung. Relasi yang dibangun harus bersifat mutualisme, bukan saling menyingkirkan antara satu dan lainnya. Dipandang sebagai sistem, sistem pangan lokal meliputi dari produksi smapai pada konsumsi. Sisi produksi secara komprehensif dalam indeks ini diletakkan pada pilar Pertanian Berkelanjutan. Sedangkan sisi konsumsi secara khusus diletakkan pada pilar ini yaitu sistem pangan lokal.
Bila merujuk pada UU Nomor 18 tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampa perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Relasi mutualisme yang harus didorong adalah bagaimana pangan yang dikonsumsi adalah beranekaragam dan berasal dari sumber daya lokal. Pembelajaran terdahulu telah membuktikan gagal, pembelajaran terdahulu yang dimaksud adalah penganekaragaman sumber pangan melalui diversivikasi beras dengan gandum membuahkan masalah baru. Gandung merupakan pangan yang tidak tumbuh di bumi pertiwi indonesia. Ketergantungan terhadap gandum mengakibatkan pemborosan terhadap devisa dan sekaligus mematikan kehidupan petani penghasil pangan di dalam negeri.