Beras masih menjadi primadona makanan pokok masyarakat Indonesia, khususnya di pulau Jawa. BPS melaporkan bahwa konsumsi beras masyarakat Indonesia per kapita mencapai 1,5 kg per pekan pada tahun 2024. Jika di kalkulasi, maka setiap orang mengkonsumsi sekitar 6 kg beras setiap bulannya atau 72 kg beras dalam satu tahun. Jumlah konsumsi yang fantastis dan terbilang cukup besar ini tentu memerlukan produksi yang kontinu, atau bahkan membutuhkan peningkatan produksi seiring bertambahnya jumlah penduduk, agar dapat memenuhi semua permintaan terhadap produk beras. Sebagai hasil utama dari kegiatan pertanian yang telah lama mengakar di negara agraris seperti Indonesia, nasib perberasan di negara kita belum sepenuhnya ideal dan berisiko mengalami kelangkaan jika tidak memperhitungkan banyak hal. Berbagai faktor turut mempengaruhi roda produksi beras di Indonesia, di antaranya daya dukung lingkungan, kondisi lahan, sumber daya manusia yang mengelolanya, hingga kebijakan. Seluruh faktor ini perlu dikaji untuk dapat mewujudkan sektor perberasan yang berkelanjutan dan mampu memenuhi kebutuhan saat ini dan juga di masa mendatang. Tidak hanya mempertimbangkan kepuasan konsumen, tetapi juga turut menjamin kesejahteraan bagi petani sebagai produsen utamanya.
Kebijakan terkait sektor perberasan di tingkat daerah menjadi salah satu bagian dari akar penentu nasib produksi beras di Indonesia. Oleh karena itu, program Low Carbon Rice Project (LCRP) yang dipromotori oleh Preferred by Nature (PbN), Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), dan Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (PERPADI), salah satunya berupaya mewujudkan terbentuknya forum beras di tingkat daerah. Inisiasi ini dimulai sejak tahun 2022 dengan dibentuknya forum-forum dialog kebijakan, hingga akhirnya forum di level daerah terbentuk dan saat ini dikenal dengan sebutan multi stakeholder forum (MSF) beras berkelanjutan. Forum ini telah berhasil terbentuk dengan disertai penandatanganan nota kesepahaman dan komitmen untuk memperkuat forum multipihak beras berkelanjutan. Terdapat lima kabupaten dengan tingkat produksi beras yang tinggi di pulau Jawa yang terlibat dalam program ini, antara lain Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sragen, Kabupaten Klaten, Kabupaten Ngawi, dan Kabupaten Madiun.
MSF tingkat kabupaten terdiri atas sejumlah pemangku kepentingan dan pelaku usaha di sektor perberasan, yaitu pemerintah daerah, organisasi masyarakat, kelompok tani, asosiasi penggilingan padi, peneliti dan akademisi, kelompok petani muda, serta asosiasi petani organik dan sektor bisnis yang terkait. MSF ini menjadi bagian dari program LCRP dengan harapan mampu membawa kebermanfaatan untuk petani dan pelaku usaha pertanian dengan mengupayakan standarisasi praktik pertanian yang berkelanjutan di tingkat daerah. Petani dan pelaku usaha pertanian juga diharapkan dapat menjadi pelaku yang akan mewujudkan transformasi sistem pangan daerah, terutama di sektor perberasan melalui program ini. MSF masing-masing daerah turut serta dalam memberikan usulan Rancangan Peraturan Bupati agar berpihak pada perlindungan hak dan kesejahteraan petani, serta membangun sistem beras berkelanjutan di tingkat daerah dengan skema kemitraan yang adil dan berkelanjutan.
KRKP bersama PbN dan PERPADI kemudian menggagas adanya forum lanjutan program LCRP dengan mengadakan forum lintas kabupaten di Surakarta, Jawa Tengah, pada tanggal 16-17 Desember 2024 lalu. Dalam pertemuan tersebut, masing-masing MSF memaparkan capaian sejak awal mula berdiri, kendala yang dihadapi, serta tantangan apa saja yang mungkin terjadi di masa mendatang. Melalui pemaparan dari setiap perwakilan MSF tiap daerah, forum lintas kabupaten ini diharapkan mampu menjadi ajang berbagi pendapat, pengalaman, dan strategi bersama untuk sektor perberasan yang lebih baik.
MSF Beras Berkelanjutan Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah
Multi stakeholder (MSF) di Kabupaten Boyolali telah dibentuk secara resmi di bawah Keputusan Bupati Boyolali Nomor 100.3.3.2/903 Tahun 2024 tentang Pembentukan Forum Multi Pihak Kemitraan Usaha Pertanian. MSF ini bertugas untuk mengumpulkan bahan-bahan dalam rangka penyusunan Rancangan Peraturan Bupati (Ranperbup), serta melakukan koordinasi, harmonisasi, dan finalisasi rancangan tersebut. Keanggotaannya terdiri dari Dinas Pertanian, BAPERIDA, DKP, Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Dinas Lingkungan Hidup, Bagian Perekonomian, Bagian Hukum, DISKOMINFO, Penggilingan Padi Kecil (PPK), Kelompok Tani, serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Pada November 2024 lalu, capaian MSF Beras Berkelanjutan Boyolali yang paling utama adalah telah berhasil mengajukan Ranperbup ke Sekretaris Daerah Bagian Hukum. Selain mengawal proses Ranperbup, MSF juga mengadakan serial diskusi penyusunan program kerja, fasilitasi permodalan untuk petani dan pelaku usaha pertanian melalui kerja sama dengan BRI, serta pembinaan dan pengawasan demplot pertanian non beras.
Terdapat tiga cakupan program kerja MSF di Kabupaten Boyolali, yaitu penguatan kelembagaan, data dan informasi, serta pembinaan dan pengawasan. Dalam hal penguatan kelembagaan, MSF mengadakan rapat koordinasi dan studi banding. Lalu, terkait dengan data dan informasi, MSF melakukan inventarisasi data kemitraan (kelompok tani, penggilingan padi, UMKM, dan private sector), publikasi, pelaporan, serta monitoring dan evaluasi kemitraan. Program kerja terakhir adalah pembinaan dan pengawasan, yang diimplementasikan dalam bentuk workshop, peningkatan daya saing produk pertanian, pengembangan sistem pertanian berkelanjutan, bisnis matching, piloting project kemitraan untuk pemasaran beras ke pegawai negeri (ASN), serta pengadaan pameran atau promosi produk kemitraan.
Berdasarkan hasil diseminasi beras berkelanjutan yang dilaksanakan KRKP di Boyolali pada tanggal 4 Juli 2024, secara umum telah terjadi penurunan pemakaian pupuk kimia pada praktik pertanian yang dilakukan. Namun, sejumlah tantangan masih dijumpai seperti kurangnya dukungan infrastruktur pertanian di Boyolali, misalnya rusaknya saluran irigasi. Selain itu, belum ditemukan upaya yang mampu mengatasi sulitnya regenerasi petani, juga masih minimnya bantuan finansial untuk petani. Dari hasil pengkajian KRKP, ditemukan fakta bahwa 83% petani di Boyolali mengandalkan pembiayaan dari modal pribadi dan menyatakan sulitnya akses untuk mendapat insentif dari pemerintah maupun pihak luar lainnya.
MSF Beras Berkelanjutan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah
MSF beras berkelanjutan mulai dibentuk di Kabupaten Klaten pada akhir tahun 2023, setelah setahun sebelumnya dibentuk tim task force sebagai permulaan. MSF di Klaten kemudian memperoleh dukungan formal dari Setda Bagian Ekonomi dan diikuti dengan penandatanganan surat pernyataan dukungan dari seluruh anggota, atau disebut dengan nota komitmen, pada tahun 2024. Keanggotaan MSF di Klaten terdiri dari Setda Bagian Ekonomi, DKPP, Dipermades, DKUKMP, Perumda Aneka Usaha, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas SDA, Unwidha, PPK, dan KTNA. Tugas dari MSF beras berkelanjutan di Kabupaten Klaten adalah sebagai wadah untuk menjalin komunikasi kemitraan, menampung permasalahan seputar gabah dan beras, serta menemukan solusi bersama yang taktis dan cepat.
Terdapat sejumlah capaian hasil kerja MSF Klaten sejak awal mula berdiri. Capaian pertama adalah telah menyusun SOP Kemitraan antara penggiling padi kecil (PPK) dan petani, yang berisi tata cara untuk menjalin kemitraan antara pelaku utama (petani) dengan pelaku usaha (PPK). Capaian kedua adalah selesainya penyusunan Raperbup yang diberi judul “Pemberdayaan Pelaku Utama dan Pelaku Usaha Melalui Kemitraan Usaha Tani Padi”. Raperbup ini telah sampai pengajuannya di Bagian Hukum Provinsi Jawa Tengah. Capaian berikutnya adalah telah dilaksanakannya musyawarah penyusunan Matriks Perencanaan Program (2024-2027). Dalam pelaksanaan program kerja, MSF Kabupaten Klaten juga mengadakan berbagai kegiatan untuk mendukung capaian-capaian tersebut, seperti kunjungan lapang, survey, workshop diseminasi, diskusi internal, forum komunikasi kemitraan, dialog petani, dan dialog kebijakan. Selain itu, MSF Kabupaten Klaten yang mulanya hanya berfokus pada kegiatan on farm mulai memperluas jaringan komunikasi, yaitu dengan menggaet penggilingan padi kecil (PPK) dan mengkolaborasikan program antardinas agar dapat saling mendukung upaya perwujudan sistem pertanian padi yang berkelanjutan.
Permasalahan yang dihadapi oleh penggilingan padi kecil (PPK) masih menjadi tantangan bagi MSF Kabupaten Klaten untuk mencapai solusi terbaik. PPK yang aktif hanya sekitar 10% dan sebagian besar mesin yang digunakan adalah tinggalan orang tua, sehingga kualitasnya rendah dan menghasilkan emisi yang tinggi. Faktor lain dari rendahnya persentase PPK yang aktif beroperasi di Klaten adalah kelangkaan gabah. Tentu mengherankan ketika Klaten yang memiliki lebih dari 3.000 Hektar lahan sawah yang panen setiap bulannya dapat mengalami kelangkaan gabah. Hal ini tetap dapat terjadi karena sebagian besar gabah tersebut dijual di luar Kabupaten Klaten, sehingga bahan baku di PPK menjadi terbatas dan tidak mampu menutup modal karena biaya operasional tetap ada. Oleh karena itu, MSF beras berkelanjutan di Kabupaten Klaten tengah menggarap gagasan terkait regulasi yang mampu memudahkan kemitraan antara petani dengan PPK secara langsung untuk memastikan kedua pelaku usaha ini dapat tetap berjalan.
MSF Beras Berkelanjutan Kabupaten Sragen, Jawa Tengah
Kabupaten Sragen dapat dikatakan sebagai penyangga pangan se-Solo Raya, dengan produksi gabah mencapai 678.940 Ton pada tahun 2023. Sayangnya, industrialisasi di daerah tersebut mendorong semakin berkurangnya lahan pertanian dan bahkan belum membawa perubahan yang signifikan terhadap jumlah keluarga miskin di Sragen. Hal inilah yang menambah urgensi dibentuknya MSF beras berkelanjutan di Kabupaten Sragen yang diharapkan mampu mendukung meningkatnya kesejahteraan petani dan pelaku usaha pertanian. Keanggotaan MSF di Kabupaten Sragen terdiri dari Bapperinda, Dinas KP3, DISKUMINDAG, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas PU-PR, petani millennial, dan penggilingan padi kecil (PPK).
MSF Kabupaten Sragen mendukung secara aktif adanya kegiatan Korporasi Petani yang telah diinisiasi Kelompok Tani Sri Makmur dan menggandeng PPK Sri Agung, salah satu kelompok tani dan PPK yang ada di Sragen. Korporasi ini mampu menjembatani petani, kelompok tani, dan PPK untuk menyelesaikan permasalahan terkait usaha pertanian secara berkesinambungan. Meski keberadaan korporasi ini masih berdasar pada kesepakatan bersama dan belum memiliki legal formal, Korporasi Petani telah berjalan dengan baik dan telah dirasakan manfaatnya oleh anggota kelompok tani yang kini berjumlah lebih dari 100 anggota. Selain memastikan berjalannya korporasi, peran lain dari MSF di Kabupaten Sragen adalah membantu petani dalam mengakses sarana-prasarana yang dibutuhkan, mendorong pendampingan yang intens dari penyuluh pertanian, dan selalu menjalin komunikasi dengan pemerintah desa.
Kendala paling utama yang dirasakan oleh MSF Kabupaten Sragen adalah adanya pergantian pimpinan di organisasi-organisasi perangkat daerah, sehingga menyulitkan berjalannya program beras berkelanjutan dan LCRP karena lobbying yang harus dimulai kembali dari awal. Selain itu, sama halnya dengan Kabupaten Klaten, bahan baku gabah di Sragen rupanya masih mengalami kelangkaan. Hal ini dibuktikan dengan jumlah penggilingan padi yang semakin sedikit, baik itu penggilingan padi di bidang jasa, penggilingan padi pecah kulit, maupun penggilingan padi menjadi beras. Oleh karena itu, MSF Kabupaten Sragen memiliki sejumlah target untuk kedepannya, yaitu menerapkan sistem korporasi di beberapa kegiatan lain dan di Desa Wisata Organik yang ada di Sragen untuk menjamin stabilitas harga produk hasil pertanian.
MSF Beras Berkelanjutan Kabupaten Madiun, Jawa Timur
Kabupaten Madiun menjadi daerah produsen beras tertinggi ke-7 di Jawa Timur dengan tingkat produksi beras mencapai 241,73 ribu ton pada tahun 2023. Hasil riset KRKP menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan di sektor pertanian Kabupaten Madiun menempati persentase tertinggi kedua setelah Kabupaten Klaten, yaitu 62,61%. Meski demikian, masih dijumpai banyak persoalan di lapang dalam mewujudkan beras berkelanjutan yang rendah karbon ini. MSF beras berkelanjutan Kabupaten Madiun kemudian dibentuk dengan keanggotaan yang terdiri dari BAPPERIDA, DISPERTAN, DKPP, DISPERDAKOP, KTNA, perguruan tinggi (UNS dan UNIPMA), petani millennial, penggilingan padi kecil, serta kelompok tani.
MSF Kabupaten Madiun telah melaksanakan sejumlah kegiatan, antara lain audiensi, pertemuan forum, informal meeting, dan studi banding. Intervensi kebijakan juga dilakukan melalui Ranperbup, di antaranya Ranperbup Perlindungan dan Pemberdayaan Penggilingan Padi Kecil melalui DKPP serta Ranperbup Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Padi Sehat Rendah Karbon melalui DISPERTAN. MSF juga turut melakukan standarisasi padi sehat rendah karbon yang mencakup budi daya, pascapanen, hingga distribusinya.
Persoalan yang masih dihadapi dan diupayakan solusinya yang pertama adalah terjadi alih fungsi lahan, khususnya di daerah tepi jalan besar atau yang dilalui pembangunan jalan tol. Persoalan lainnya adalah akses modal yang sulit, serangan OPT yang menyebabkan gagal panen massal, perubahan iklim, rendahnya regenerasi petani dan tenaga penyuluh, serta penanganan pascapanen yang belum optimal. Pascapanen yang belum dikelola secara optimal ini salah satunya dikarenakan belum adanya kemitraan atau kerja sama yang berkelanjutan dari hulu sampai hilir.
MSF Beras Berkelanjutan Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Sektor pertanian di Kabupaten Ngawi menopang sekitar 30% perekonomian masyarakat dan selalu konsisten dari tahun ke tahun. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Ngawi Tahun 2021-2026, pertanian berkelanjutan ditetapkan sebagai program unggulan Bupati yang telah berkomitmen untuk menjadikan Ngawi sebagai lumbung pangan nasional yang sehat. Oleh karena itu, pembentukan MSF beras berkelanjutan selaras dengan cita-cita Pemerintah Daerah. MSF beras berkelanjutan di Kabupaten Ngawi dibentuk atas dasar kesepakatan dan komitmen dari masing-masing anggota yang terdiri dari perwakilan Pemerintah Daerah (Bappeda, Setda Ekonomi, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, Dinas Lingkungan Hidup, DPPTK, Dinkop, Dispermades), organisasi masyarakat sipil, kelompok tani, penggilingan padi, organisasi tani, asosiasi petani organik, serta Perumda Sumber Sarana Sentosa.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh KRKP pada tahun 2024 lalu, sejumlah kendala yang masih terjadi di sektor pertanian Kabupaten Ngawi adalah dalam hal jaringan irigasi, akses permodalan untuk petani, dan belum adanya bentuk kemitraan antara petani dengan pelaku usaha. Di samping mencari solusi bersama untuk kedua persoalan ini, MSF Kabupaten Ngawi turut menyusun perencanaan program ke depannya. Terkait dengan aspek produksi, MSF mendukung secara aktif diadakannya sekolah lapang, pelatihan, dan bimtek untuk meningkatkan pengetahuan dan skill petani, penguatan kelembagaan petani, serta pengembangan sistem agrobisnis. MSF juga berupaya melakukan pengajuan Perbup terkait dengan pembangunan jaringan kemitraan antara petani, penggiling padi, dan Perumda/BULOG/pelaku usaha. Selain itu, Perumda Sumber Sarana Sentosa turut terlibat dalam fasilitasi pemasaran di kalangan ASN dengan berdasar pada SK Bupati Ngawi.
Harapan Keberlanjutan MSF Berdasarkan pemaparan dari setiap multi stakeholder forum (MSF) beras berkelanjutan di tingkat kabupaten, kemitraan menjadi hal yang paling disorot sebagai solusi, di samping upaya menyuarakan program LCRP ini melalui rancangan kebijakan. Kemitraan menjadi penting dalam pembangunan beras berkelanjutan karena berguna untuk meningkatkan efisiensi dan skala bisnis, mendukung perekonomian petani, membuka akses pasar yang lebih luas, persaingan menjadi lebih adil dan sehat, serta membentuk hubungan yang saling menguntungkan antara petani, penggilingan padi, dan pelaku usaha lainnya. Keberlanjutan dari forum multipihak ini diharapkan mampu mendukung visi program LCRP dan turut mendukung swasembada pangan dengan konsep yang tidak melupakan kelestarian lingkungan. Di sisi lain, dukungan penuh dari stakeholder di tingkat nasional sangat diperlukan, mencakup berbagai bentuk seperti penyelarasan kebijakan hingga insentif khusus, sebagai langkah tindak lanjut dari adanya multistakeholder forum beras berkelanjutan di level daerah.
Ditulis oleh: ‘Athif Yumna H.