web analytics

Kaleidoskop Perjalanan Beras 2023 dan Prediksi Mendatang

06
Feb

Perjalanan beras Indonesia pada tahun 2023 tidak semulus apa yang diharapkan oleh para petani pada tahun sebelumnya. Keadaan ekonomi pada tahun 2022 yang masih dalam masa recovery pasca pandemi COVID-19 membuat petani mengharapkan kondisi yang lebih baik pada tahun berikutnya. Namun, realitanya, pada tahun 2023 petani masih harus bersabar lebih seiring dengan masih banyaknya permasalahan-permasalahan dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dapat teratasi, termasuk didalamnya adalah permasalahan yang diakibatkan oleh fenomena alam yang tidak dapat dikendalikan.

Melihat data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, total jumlah produksi gabah mencapai 53,63 juta ton yang dikonversikan menjadi 30,90 juta ton hasil produksi beras sepanjang tahun 2023. Jumlah ini mengalami penurunan sebanyak 2,05% dari tahun sebelumnya yang berhasil memproduksi beras sebanyak 31,54 juta ton. Penurunan produksi beras juga dapat dilihat dari penurunan luas lahan panen padi yang menurun dari sebanyak 2,45% dari 10,45 juta hektare menjadi sekitar 10,20 juta hektare. Selain itu, penurunan hasil produksi ini juga berpengaruh terhadap supply cadangan beras yang dimiliki oleh negara sehingga pada tahun ini negara hanya memiliki surplus 0,28 juta ton dari total produksi dan konsumsi pangan negara. Hal ini juga yang menyebabkan angka impor beras meningkat secara drastis. Sebanyak 3,06 juta ton diimpor oleh negara, 7 kali lebih banyak dibandingkan jumlah beras yang diimpor pada tahun-tahun sebelumnya. Realitas-realitas seperti ini yang menciptakan kekhawatiran pada kesejahteraan petani beras Indonesia.

Tahun 2023, fenomena alam el nino menjadi isu yang banyak diperbincangkan karena dampaknya yang sangat terasa bagi masyarakat Indonesia. Angin hangat yang melewati Kawasan khatulistiwa ini membuat temperatur dan cuaca menjadi lebih panas dari biasanya, sehingga iklim indonesia mengalami pergerseran musim hujan dan kemarau yang berkepanjangan. Lebih lagi, suhu dunia yang mengalami kenaikan menjadi masalah utama bagi produksi pangan Indonesia, terutama produksi beras yang sangat bergantung kepada ketersediaan air selama masa pertumbuhannya. Kekuarangan ketersediaan air dari kemarau berkepanjangan menjadi salah satu penyebab penurunan hasil produksi tahunan dan menjadi alasan yang digunakan oleh pemerintah untuk menjustifikasi impor beras yang dilakukan secara besar-besaran. Gagal tanam dan gagal panen karena pergeseran musim hujan pun menjadi masalah.

Kondisi yang terjadi di atas adalah permasalahan yang masih dihadapi oleh petani pada rantai pasok beras. Harga input yang mahal masih menjadi keluhan petani karena harga jual gabah pun masih tidak ada ketetapan yang pasti, serta terbilang lebih rendah untuk menutupi pengeluaran biaya produksi beras pada musim tanam selanjutnya. Pada saat yang sama, petani juga masih kesulitan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Ditingkat off-farm, harga jual gabah yang tidak tetap membuat ketidakjelasan dalam penyerapan gabah yang dilakukan oleh penggilingan padi terutama pada penggilingan padi kecil (PPK). Kondisi ini mendorong keengganan petani untuk menjual pada PPK karena harga yang sering mengalami fluktuasi, seperti pada pertengahan 2023. Harga gabah mengalami peningkatan dan menyebabkan kerugian pada pengusaha penggilingan padi kecil (PPK). Hal ini menyebabkan kerugian, tidak hanya karena PPK tidak mampu bersaing untuk mendapatkan gabah dari petani karena harga yang sangat tinggi, tetapi karena ketersediaan gabah yang kurang di wilayah sekitar PPK. Bukan hanya pada ketersediaan gabah namun berpengaruh pada akses untuk mendapatkan gabah itu sendiri. Beberapa kasus seperti di Klaten dan Ngawi, petani lebih memilih untuk menjual gabahnya kepada penebas dari luar daerah yang memberikan harga beli yang lebih tinggi. Selain belum adanya kebaruan kebijakan mengenai ketetapan harga beras pada petani maupun penggilingan sesuai dengan kondisi lapangan, PPK juga mengalami kesusahan dalam mendapatkan bantuan berbentuk teknologi baru. Kurangnya mesin dan teknologi yang mutakhir membuat PPK tidak dapat menghasilkan beras yang berkualitas premium, sehingga beras yang beredar dalam pasar pun kemungkinan mengalami penurunan kualitas. Petani dan pemilik PPK berharap kedepannya akan ada kebijakan yang dapat memberikan stabilitas dalam penentuan harga jual-beli antara Gapoktan dan PPK.

Namun, 2023 juga memiliki berita baik bagi pertanian padi Indonesia. BPS mencatat nilai tukar petani (NTP) mengalami kenaikan berturut-turut seiring dengan tutupnya tahun. Rata-rata NTP nasional pada tahun 2023 mencapai 112,46, naik 5 poin dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 107,33 menandakan bahwa kesejahteraan petani secara finansial meningkat. Walau tidak signifikan, angka yang meningkat tersebut dapat menjadi sebuah cahaya bagi kesejahteraan petani yang harus kerap ditingkatkan di masa depan.

Apakah 2024 akan menjadi tahun baik bagi perberasan Indonesia? tentu petani dan pihak lainnya menaruh harapan besar pada kondisi yang lebih baik pada tahun ini. Sayangnya, prediksi BMKG mengenai kondisi iklim Indonesia masih harus mengalami el nino hingga akhir maret. Cuaca yang bergeser, lebih basah di bulan Januari dapat berpotensi menggeser musim tanam pada tahun ini dan juga mengurangi produksi seperti apa yang terjadi pada tahun sebelumnya. Jika itu terjadi, Indonesia harus mempunyai solusi yang dapat mencegah kerugian dan kekurangan pasokan beras yang akan dialami. Namun perlu diingat, selama harga yang layak belum bisa ditetapkan oleh negara, impor beras bukanlah solusi yang tepat karena hanya akan memperburuk kesejahteraan pertanian beras Indonesia. Praktik-praktik pertanian seperti menampung air hujan dan penggunaan pupuk organik dapat menjadi beberapa aksi mitigasi untuk mengatasi kerugian tersebut. Selain itu pendampingan-pendampingan pada petani mengenai aksi mitigasi dan adaptasi juga perlu dilakukan untuk mengoptimalisasi upaya dalam mencegah dampak besar el nino. Penerapan praktik pertanian yang lebih berkelanjutan (sustainable) juga dapat menjadi bentuk mitigasi perubahan cuaca dan iklim dalam jangka panjang. Kebijakan mengenai harga jual dan harga pasar beras Indonesia juga harus menjadi perhatian negara. Terwujudnya hal-hal berikut akan meningkatkan harapan mewujudkan kesejahteraan petani beras Indonesia.

ditulis oleh: syf