Konflik Rusia dan Ukraina memang jauh dari kita di Indonesia, yaitu 8500 km jauhnya. Kita jauh dari deru pertempuran, tapi imbas ekonominya di depan mata. Tulisan ini tidak untuk mencari pihak mana yang benar atau salah atau memihak yang mana, tetapi melihat potensi dampak dan antisipasinya bagi pertanian dan petani di Indonesia. Dengan perdagangan global, yang berakibat pada keterkaitan global, konflik/gejolak di suatu kawasan strategis atau melibatkan kekuatan besar, bisa memberikan dampak bagi pertanian dan petani Indonesia
Sekedar berbagi info Rusia merupakan eksportir pupuk terbesar nomor 3 ke Indonesia setelah China dan Kanada dengan kontribusi 15,75 %. Sedangkan gandum yang dikonsumsi di Indonesia yang 100 % impor , sebanyak 23,5 % diimpor dari Ukraina . Tentunya yang terpengaruh adalah harga gandum dan pupuk. Padahal masyarakat Indonesia sudah terbiasa untuk mengkonsumsi produk terigu dan turunannya seperti mi instan, biskuit dan aneka roti dan kue. Ukraina akan tidak bisa ekspor gandum seperti biasanya karena kerusakan infrastruktur fisik dan ekonominya. Sementara Rusia akan kesulitan ekspor karena hambatan transaksi perbankan, juga pengangkutan. Walaupun luas daratan nya terluas di dunia, pelabuhan air hangat -yang tidak membeku pada musim dingin hanya 1 yaitu Sevastopol, di tepi laut hitam yang juga rentan terdampak perang. Mengalihkan suplai gandum dan pupuk ke negara lain di mungkinkan namun pasti membutuhkan waktu. Sehingga dalam jangka pendek dampak konflik Rusia-Ukraina yaitu harga pupuk dan gandum akan semakin mahal.
Baca Juga: Para Pembelajar Tangguh dari Desa Muara Merang
Saatnya lah untuk mengedepankan semangat kemandirian dan kegotongroyongan (seperti yang selalu dinyatakan dalam setiap himbauan GPN), dengan cara menerapkan, dan berbagi ke semua sedulur tani tentang teknik bertani hemat pupuk, teknik produksi pupuk organik padat, teknik produksi pupuk organik cair , teknik produksi agens hayati, dan pengembalian Jerami. Salah satu teknologi yang dikembangkan secara konsisten dan berkelanjutan adalah pertanian biointensif dengan berbagai modifikasi nya. Terkait dengan potensi kenaikan harga gandum.terigu, ini merupakan peluang untuk mengembangkan aneka tepung pengganti terigu, yang berasal dari tanaman yang bisa diproduksi di bumi Nusantara seperti sorgum, jagung, ubi ubian dll. Tetap semangat, salam sehat untuk semua.
Salam Petani Nusantara
Bogor, 8 Maret 2022
Suryo Wiyono, Ketua Umum Gerakan Petani Nusantara