Masyarakat sebagai mahluk sosial tidak lepas dari nilai-nilai kebersamaan. Gotong royong merupakan salah satu nilai kebersamaan yang melekat erat pada setiap individu terutama petani dalam kehidupan bermasyarakat. Sayangnya, di era globalisasi sekarang ini nilai gotong royong mulai luntur karena pola pikir petani yang mementingkan diri sendiri tanpa mengindahkan kepedulian bersama. Oleh karenanya perlu suatu upaya menghidupkan kembali budaya gotong royong di sektor pertanian. Hal ini berguna mempererat hubungan sesama petani dalam mengatasi permasalahan di lahan melalui kegiatan Sekolah Lapangan (SL) Pertanian Biointensif.
Petani Blok Darim, Desa Kendayakan, Kecamatan Terisi, dan Desa Puntang, Kecamatan Losarang telah melakukan SL Biointensif. Sejak bulan Desember 2020 sebagai upaya peningkatan daya lenting (resiliensi) dan ketahan pangan keluarga terhadap dampak perubahan iklim, serta sebagai kegiatan mempererat semangat kebersamaan petani. Kegiatan ini diselenggarakan bersamaan dengan peringatan hari gotong royong Kampung Darim dan peluncuran laboratorium lapangan di blok Darim. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Forum Darim Bersatu (FORRIMBER) dengan didukung oleh KRKP, Gerakan Petani Nusantara (GPN), dan Klinik Tanaman IPB.
Ketua FORRIMBER, Suradi mengatakan bahwa kegiatan SL dan gotong royong ini dilakukan dengan tujuan untuk menguatkan kekompakan petani dalam mengatasi persoalan di lahan pertanian maupun lingkungan. Pada akhir kegiatan para petani peserta SL akan menyampaikan hasil pembelajaraannya selama satu musim tanam kepada publik. “Kami (petani) sangat senang ikut dalam kegiatan SL ini, karena kami mendapat pembelajaran banyak. Selama ini saya hanya menanam padi begitu saja, tetapi ternyata banyak hal yang baru saya tahu seperti pengamatan tanaman padi maupun hama dan penyakit, ” ujar Yanto, salah satu petani SL. Bagi Yanto gotong royong dan SL ini perlu terus dipelihara dan dikuatkan terutama dalam pertanian. Dengan semangat ini petani akan terus belajar dan mampu menjawab tantangan pertanian ke depannya.
Baca Juga: Menilik dan Mengoptimalisasi Potensi Pertanian Hortikultura di Lombok Utara
Petani Kampung Darim Diskusi Hasil Pengamatan Lahan Biointesif
Kegiatan SL ini juga menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi yaitu Klinik Tanaman IPB, yang memiliki visi pendampingan petani dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman serta kesehatan lingkungan. Bonjok Istiaji, SP, M.Si yang merupakan Kepala Klinik Tanaman IPB turut hadir. Dalam kegiatan ini dan menyatakan bahwa sekolah lapangan sangat penting untuk meningkatkan pemahaman petani. Tidak hanya terkait hama dan penyakit tanaman, tapi juga teknis budidaya secara keseluruhan.
“Kami senang petani disini melakukan sekolah lapangan, yang artinya petani masih memiliki semangat yang tinggi untuk belajar dari guru sejati yaitu alam, sehingga usaha taninya bisa berhasil” ungkapnya.
Pada kesempatan itu, Bonjok juga menegaskan bahwa inisiatif petani ini perlu dikembangkan dan didukung para pihak. Oleh karena itu, Klinik Tanaman IPB menawarkan diri dan bersedia untuk menjadi teman belajar petani di Kampung Darim. Selain dengan perguruan tinggi, kegiatan ini juga berjejaring dengan Gerakan Petani Nusantara (GPN) yang berfokus pada kesejahteraan dan kedaulatan petani. Ketua GPN, Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc, Agr mengungkapkan bahwa kegiatan ini sangat baik terutama dalam menjaga dan menularkan semangat gotong royong. Semangat ini juga diperlukan dalam sektor pertanian.
“Petani perlu menjaga semangat kebersamaan, banyak persoalan di lahan sawah yang bisa diselesaikan dengan gotong royong. Misalnya mengatasi hama tikus, saluran irigasi yang mampet dan rusak, adalah contoh dimana semangat kebersamaan ini diperlukan” ucapnya. Semangat gotong royong menjadi kekuatan bagi petani nusantara, dan ini perlu dikukuhkan sebagai syarat agar kita bisa berdaulat akan pangan.
Dalam kegiatan SL, peringatan hari gotong royong dan peluncuran laboratorium ini, petani di Kampung Darim sharing pengalaman yang dilakukannya selama SL ke publik, tidak hanya hama dan penyakit tetapi juga evaluasi data curah hujan bulanan. Data curah hujan bulanan ini menjadi tanda bagi petani kapan waktu tanam padi, pengairan dan pemupukan dilakukan. Petani SL menjadi tahu dalam satu bulan berapa jumlah hari hujan dan tidak hujan (kering) serta perkiraan jumlah air hujan yang turun. Sehingga data ini menjadi ramalan bagi petani kapan akan menyedot air untuk mengairi sawahnya.
Ruskiyah mengatakan bahwa jika hari basahnya (hari hujan turun) kurang dari sepuluh hari dan jumlah curah hujan dibawah 100 mm dalam satu bulan, maka akan terjadi kekeringan di sawah. “saya sangat senang bisa ikut SL, karena saya jadi tahu dan bisa memperkirakan kapan akan terjadi kekeringan dan juga banjir di sawah” ungkapnya. Selain sharing pengalaman, dalam kegiatan ini petani juga berkonsultasi dan melakukan tanya jawab dengan ahli terkait permasalahan tanamannya. Mereka membawa sampel tanaman yang bergejala untuk dicek dan diamati apa penyebab penyakitnya. ( WRN)