Memperkuat Pemuda dan Komunitas Yang Terpinggirkan
Untuk Aksi Iklim
Koalisi Pangan BAIK
Koalisi Pangan BAIK (Beragam, Adaptif, Inklusi, Kokreasi) merupakan inisiasi untuk menguatkan dan menyemangati pemuda, perempuan, petani dan masyarakat pedesaan untuk menyuarakan dampak perubahan iklim dan solusi lokal, terutama pada sistem pangan dan pertanian ekologis. Tema kunci: promosi keanekaragaman pangan lokal, praktik pertanian ekologis, dan konservasi air berkelanjutan sebagai solusi iklim yang adil.
Konteks Perubahan Iklim
Perubahan iklim yang meningkatkan frekuensi dan intensitas cuaca ekstrim berdampak menganggu ketahanan pangan dan air serta menghambat tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Sistem pangan global saat ini memenuhi kebutuhan pangan lebih dari 1 miliar populasi dunia. Sejak 1961, pasokan pangan per kapita meningkat lebih dari 30%. Akan tetapi, 821 juta orang masih kekurangan gizi, 151 juta anak menderita stunting, 613 juta perempuan usia 15-49 tahun kekurangan zat besi, sementara 2 juta orang menderita diabetes. Sistem pangan mengalami tekanan dari sektor klimatik maupun non klimatik yang berpengaruh pada empat pilar ketahanan pangan: ketersediaan, akses, pemanfaatan dan stabilitas.
Hasil kajian Koalisi Pangan BAIK pada tahun 2022 yang dilaksanakan di empat kabupaten di NTT, yaitu Manggarai, Manggarai Timur, Flores Timur dan Lembata menunjukkan bahwa perubahan iklim berdampak pada produksi tanaman pangan dan pertanian, di mana kenaikan suhu, perubahan curah hujan, kekeringan dan hama (organisme pengganggu tanaman) berakibat pada penurunan hasil produksi. Hasil temuan kajian menunjukkan bahwa masyarakat tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai pentingnya cadangan pangan di tengah ancaman perubahan iklim. Transisi berkeadilan dibutuhkan dalam menghadapi perubahan iklim. Memastikan bahwa tidak ada pihak atau kelompok yang tertinggal atau dipinggirkan adalah keharusan dalam mewujudkan transisi iklim yang berkeadilan.
Tujuan
1. Sensitivitas dan kesadaran masyarakat sipil (CSO, perempuan, anak muda, difabel) tentang
perubahan iklim yang berdampak terhadap sistem pangan meningkat.
2. Forum masyarakat sipil (CSO, kelompok perempuan, anak muda, difabel) mampu melakukan lobby dan advokasi kebijakan iklim dan sistem pangan
3. Isu perubahan iklim yg berpengaruh pada sistem pangan menjadi arus utama dalam bentuk munculnya dukungan publik pada aksi solusi iklim
4. Tersedia kebijakan, program dan dukungan anggaran terkait solusi iklim (termasuk sistem pangan lokal, skema keuangan baru, inovasi, akses teknologi, pengetahuan dan kearifan lokal serta tata kelola SDA) di tingkat desa, kabupaten, propinsi dan nasional
Lokasi
Pihak Yang Terlibat
manusia sudah merasakan dampak perubahan iklim. Kelompok pemuda dan perempuan juga terpengaruh. Sampai saat ini, suara mereka sering tidak terdengar, dan mereka seringkali tidak dianggap sebagai aktor penting.
Strategi
• Peningkatan kapasitas tentang perubahan iklim, advokasi, dan green entrepreneurship
• Pengarusutamaan isu pangan lokal dengan pendokumentasian dan diseminasi praktik baik
• Lobi dan advokasi di tingkat lokal, kabupaten, regional dan tingkat nasional
• Dialog multi-stakeholder terkait perubahan iklim
• Inisiasi desa tanggap perubahan iklim