Pangan merupakan kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu, pemenuhan pangan merupakan hak dasar manusia. Undang-undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai sebuah hak, maka negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan. Ketersediaan pangan ini harus merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu dan diadakan dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan dan budaya lokal. Pada kenyataannya, hak atas pangan masih belum terpenuhi secara merata di Indonesia.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa masih banyak kasus gizi yang dialami masyarakat terutama anak-anak. Pada tahun 2019 tercatat 27,6% anak usia di bawah lima tahun mengalami stunting. Terdapat 10 provinsi yang memiliki prevalensi stunting tertinggi dan 10 provinsi itu adalah NTT, Sulbar, NTB, Gorontalo, Aceh, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah. Sementara Riset Kesehatan Dasar, Kementerian Kesehatan tahun 2018 menunjukkan terdapat 3,9% balita yang menderita gizi buruk dan 13,8 persen yang menderita gizi kurang.
Besarnya jumlah penduduk yang mengalami kerawanan pangan dan masalah gizi menunjukkan kegagalan sistem pangan yang ada baik pada level produksi, distribusi maupun konsumsi. Sistem dan kebijakan pangan yang ada tidak mampu mengatasi persoalan pangan. Kegagalan ini disinyalir juga karena kegagalan pendekatan pembangunan pangan yang mengandalkan konsep ketahanan pangan. konsep ketahanan pangan pada kenyataannya justru memperlemah pemenuhan hak atas pangan karena bingkai yang digunakan adalah liberakisasi perdagangan pangan.
Kegagalan ini tentu saja dapat menjadi momentum penting perubahan. Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) memandang sudah saat nya terjadi perubahan paradigma dan konsep pembangunan pangan yang lebih menempatkan petani sebagai subyeknya. Konsep dan paradigma yang menemptkan sistem pangan yang sesuai dengan situasi ekologis, social dan budaya rakyat Indonesia. Tidak sebaliknya seperti yang terjadi saat ini di mana petani, produsen pangan di pedesaan menjadi sekedar obyek pembangunan pangan pertanian.
Konsep dan paradigma kedaulatan pangan menjadi pilihan di tengah kegagalan ketahanan pangan. kedaulatan pangan menjadi paying untuk Menyusun aksi dan strategi berbasis Gerakan rakyat untuk meningkatkan derajat kehidupan produsen pangan dan mengakhiri kelaparan. KRKP mengadopsi kedaulatan pangan sebagai satu jalan merubah kondisi pangan nasional. KRKP mendefinisikan kedaulatan pangan sebagai hak setiap orang, kelompok masyarakat dan negara untuk mengakses dan mengontrol berbagai sumberdaya produktif serta dalam menentukan kebijakan produksi, distribusi dan konsumsi pangannya sesuai dengan kondisi ekologis, social, ekonomi dan budaya khas masing-masing.
Dengan definisi demikian kedaulatan pangan berbeda dengan ketahanan pangan. Ketahanan pangan tidak mempedulikan dari mana dan oleh siapa pangan di produksi. Ketahanan pangan juga kurang memperhatikan hak rakyat atas sumber produktif. Akses terhadap sumber produksi justru terbatas dan dibatasi.
Mewujudkan kedaulatan pangan di Indonesia membutuhkan perubahan mendasar pada kebijakan pada tingkat global, nasional dan lokal. kebijakan tersebut haruslah mampu melindungi petani dan pangan dalam negeri dari tekanan liberalisasi perdagangan. Untuk mendorong perubahan kebijakan ini maka diperlukan pelibatan dan partisipasi rakyat. Dengan partisipasi dan pelibatan rakyat diharapkan terbukanya peluang bagi komunitas, desa dan kabupaten serta nasional untuk merancang dan mengembangkan sistem pangannya sendiri sesuai dengan karakter ekonomi, social dan budaya lokal. Dengan partisipasi rakyat pada tingkat desa juga diharapkan lahirnya proses pembangunan pedesaan yang komperhensif berbasis pada pertanian berkelanjutan sesuai dengan budaya dan kearifan lokal. Dengan demikian, kedaulatan pangan merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan melalui Gerakan rakyat. Gerakan rakyat untuk mewujudkan kedaulatan pangan hanya mungkin terjadi ketika organisasi dari berbagai elemen rakyat, baik laki-laki maupun perempuan, seperti petani, masyarakat adat, buruh, nelayan dan masyarakat miskin baik di desa maupun di perkotaan. Esensi dasar dari kedaulatan pangan adalah upaya menjunjung hak setiap orang, masyarakat dan negara untuk memproduksi, mendistribusi dan memenuhi kebutuhan pangan, di atas semua urusan perdagangan.