Penguatan Akses dan Kontrol Petani Dalam Upaya Pemenuhan Hak Atas Pangan
Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia harus memenuhi kehidupan yang layak. Artinya, pangan tidak hanya tersedia dan bisa dijangkau tetapi juga harus memenuhi kelayakan hidup yang lain. Sebagai hak dasar manusia, pangan melekat dan tidak dapat dipisahkan dari setiap individu. Pemenuhan hak ini menjadi wajib dan tak dapat diabaikan. Dalam kerangka itulah, Indonesia kemudian meratifikasi kovenan ini. Dengan meratifikasi kovenan, maka negara melalui pemerintah punya obligasi untuk melindungi (to protect), memenuhi (to fulfill) dan menghormati (to respect) hak pangan warga. Upaya pemenuhan hak atas pangan ini telah diterjemahkan pemerintah ke dalam berbagai kebijakan dan program baik pada sisi ketersediaan, akses maupun konsumsi. Pada sisi ketersediaan, peningkatan produksi dengan penyediaan input pertanian dan peningkatan investasi di sektor pertanian. Pemenuhan hak atas pangan menjadi obligasi negara untuk mewujudkannya. Pencapaian hak atas pangan dimungkinkan dengan meningkatkan ketersediaan dan akses. Dalam kerangka tersebut maka diperlukan strategi untuk mendorong pemerintah meningkatkan ketersediaan dan akses pangan yang cukup.
Kelembagaan yang terbentuk ini masih diatas kertas dan belum berfungsi dan berperan sesuai yang diharapkan, sehingga memberikan stimulus berupa peningkatan kapasitas strukturnya, pertemuan rutin dan memfasilitasi pembuatan rencana strategis menjadi agenda penguatan kelembagaan hingga akhirnya rencana yang dibuat menjadi tanggung jawab setiap SKPD terkait yang tercantum di dalam mata anggaran setiap instansi.
Sistem kemitraan antara petani dan swasta yang ada berdasarkan pada regulasi resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten. Berdasarkan kebijakan inilah, diharapkan ada jaring pengaman atau perlindungan bagi petani kecil.
Beneficiaries utama project ini adalah membangun kesadaran petani dalam advokasi terpenuhinya hak petani untuk mengakses pangan dan bagaimana petani terlibat secara aktif dalam control implementasi kebijakan yang mendukung terpenuhinya hak mereka. peningkatan kapasitas petani.
Badan Usaha Milik Desa yang telah diresmikan sebagai pengecer pupuk bersubsidi telah mempunyai wewenang untuk mendistribusikan pupuk bersubsidi kepada kelompok tani. Selanjutnya memastikan fungsi Bumdes sebagai pengecer bisa berjalan baik dan tidak hanya menyediakan pupuk saja, tapi fungsinya dikembangkan menjadi penyedia input produksi dan sistem distribusi hasil panen.
Upaya meningkatkan kesadaran pihak swasta tenang pentingnya membuat kebijakan perusahaan dan menjalankan praktik bisnis yang berkelanjutan mutlak diperlukan. Model bisnis berkelanjutan merupakan model bisnis yang mengedepankan prinsip-prinsip penghormatan hak asasi manusia di dalamnya. Dengan adanya kepedulian dan kapasitas yang baik, maka diharapkan muncul kebijakan perusahaan yang bercirikan bisnis berkelanjutan dan penghormatan akan hak asasi manusia.
Gempa yang terjadi di Kabupaten Lombok Utara tidak hanya menimbulkan korban jiwa, namun juga telah memporak-porakrandakan rumah dan menyisakan trauma bagi korban bencana ini. Dampak gempa ini dialami langsung oleh pengelola project di Lombok Utara dan terjadi di wilayah dampingan project. Korban bencana paling tidak membutuhkan waktu untuk recovery dari trauma dan bangkit lagi membangun kembali rumah dan memperbaiki tatanan sumber livelihoodnya. Sumber penghidupan yang paling tidak terkena dampak dan bisa dikelola kembali dengan baik adalah sektor pertanian.
Kebijakan terkait pertanian, pangan dan pemenuhan hak atas pangan sejatinya hirarki dari kebijakan nasional ke daerah. Oleh karenanya upaya advokasi dilakukan tidak cukup hanya di level kabupaten, namun juga nasional.
Perubahan yang diharapkan seperti diuraikan di atas, tentu saja tidak bisa hanya dilakukan oleh petani atau pemerintah saja. Publik secara luas juga perlu dilibatkan untuk memberikan tekanan kepada pengambil keputusan.