Undang-undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa memandatkan pembangunan ekonomi desa dilakukan melalui Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). BUMDes ditempatkan sebagai pilar kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) sekaligus komersial (commercial institution) dengan memanfaatkan potensi lokal yang ada.
Bumdes didirikan untuk mencapai perubahan pada hal: (1) Meningkatkan Perekonomian Desa, (2) Meningkatkan Pendapatan asli Desa, (3) Meningkatkan Pengelolaan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan (4) Menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa. Undang-undang ini menjadikan sentral pembangunan desa dan menjadi prioritas dibandingkan kelembagaan ekonomi lokal lainnya semisal lumbung koperasi dan sebagainya yang ada di desa.
Sayangnya Bumdes pada tataran operasional belum menjawab persoalan mendasar, yaitu pembangunan yang inklusif yang dicirikan oleh adanya partisipasi dan kontrol masyarakat terutama kelompok miskin dan rentan. Pembangunan ekonomi yang ditumpukkan pada Bumdes belum mampu masuk pada esensi penguatan partisipasi dan kontrol, belum mampu menguatkan keterlibatan dan mendistribuskikan manfaat secara baik kepada kelompok miskin dan rentan. Pada sisi lain kelembagaan ekonomi lokal yang tumbuh dan ada di desa seolah dilupakan padahal memiliki peran yang cukup kuat dalam tata ekonomi desa.
Memahami persoalan demikian, KRKP dengan dukungan Yayasan Tifa pada tahun 2017-2018 telah menjalankan gagasan tentang penguatan kelembagaan ekonomi lokal (non Bumdes) yang dilakukan di Desa Sempu-Kediri, Desa Paninggaran-Pekalongan dan Desa Cicantayan-Sukabumi. Inisiatif ini bertujuan untuk mendorong model lembaga ekonomi lokal non Bumdes yang mampu meningkatnya partisipasi masyarakat miskin dan kelompok rentan dalam tata kelola, pengambilan keputusan, pengelolaan usaha dalam lembaga-lembaga ekonomi lokal di tingkat desa.