web analytics

Buy One Give One

 

  • Organized

  • Aksi Bersama

    Indonesia sedang berjuang menghentikan wabah Covid-19 dengan memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi dan Tangerang. Implikasi dari kebijakan ini adalah terbatasnya akses masyarakat untuk mencari nafkah, terutama kelas menengah bawah. Pekerja informal, pedagang kaki lima, pedagang keliling, tukang ojek, sopir angkot, buruh bangunan, dan sebagainya. Pendapatan menurunkan bahkan mengilang. Kesulitan mendapat pangan muncul kemudian. Pada akhirnya bisa memicu kerawanan pangan dan kelaparan.

    Di sisi lain, terganggunya arus distribusi dan ketidakpastian logistik pada masa pandemi ini tidak hanya dirasakan penduduk perkotaan tetapi juga oleh petani sebagai produsen utama bahan pangan pokok. Bagai paradoks, sulitnya akses masyarakat urban di perkotaan pada bahan pangan pokok karena harga yang tidak stabil dan cenderung naik, ternyata tidak sejalan dengan kondisi di pedesaan. Para petani di pedesaan justru mengalami kebingungan karena hasil panen melimpah, sedangkan harga jual yang ditawarkan mereka sangat rendah.

    Kondisi ini diperparah dengan bertumpuknya produk pertanian di pedesaan. Jalur logistik konvensional tampaknya mengalami perubahan signifikan pada masa pandemi. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh KRKP pada Mei 2020, diperoleh gambaran hasil panen dan harga jual petani padi di beberapa lokasi di Indonesia yang dominan berada di bawah nilai rata-rata.

    Gambar 1 Daftar harga panen padi pada beberapa titik di Indonesia, Mei 2020

    Atas situasi tersebut, diperlukan upaya kolektif untuk menyelamatkan kehidupan masyarakat kelas bawah. Salah satunya dengan membantu menyediakan pangan bagi mereka. Tani Center IPB bersama Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) dan Gerakan Petani Nusantara (GPN) didukung oleh IPB University dan OXFAM di Indonesia menyikapi hal tersebut dengan melakukan penyediaan pangan dan penggalangan dana sebagai wujud aksi solidaritas. Aksi ini berfokus pada pendistribusian bahan pangan pokok yaitu beras dari petani hingga kelompok rentan perkotaan. Aksi ini dilakukan untuk menjembatani kelompok mampu di perkotaan dengan petani produsen pangan dan kelompok kelas bawah kota. Kelompok mampu membantu kelompok bawah dengan membeli pangan untuk keluarganya dan keluarga kelompok rentan. Aksi ini disebut sebagai sabilulungan: gotong royong sambung keperluan yang dinamai Aksi Buy One Get One (B1G1).

     

  • Tujuan

  • Manfaat

  • Mekanisme

     

  • Penyaluran Bantuan

    Hingga bulan Mei 2020, telah dilakukan 2 series Aksi B1G1. Setiap series ini ditandai dengan pembelian beras dari petani. Series pertama pembelian beras dilakukan pada bulan April 2020. Beras pada series pertama disalurkan dari Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Ngawi.

    Tabel  Identitas beras series 1 Aksi Buy One Give one

     

    Kabupaten Indramayu

    Kabupaten Ngawi

    Kabupaten Subang

    Asal beras

    Gabungan kelompok Tani Desa Kalensari, Kecamatan Widasari Indramayu

    Gabungan Kelompok Tani Tani Makmur, Pangkur Kecamatan Kartoharjo

    Kelompok Petani Desa Kiarasari, Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang

    Jenis beras

    Ciherang dan IR 64

    IR 64

    Inpari 32

    Kualitas

    Medium

    Medium

    Medium

    Bobot total

    6.000 Kg

    300 Kg

    6.000 Kg

    Jumlah petani terdampak

    9 petani

    4 petani

    6 petani

    Beras dari Kabupaten Indramayu diambil dari Gabungan kelompok Tani Desa Kalensari, Kecamatan Widasari Indramayu dengan jenis beras Ciherang dan IR 64 (keduanya kualitas medium). Beras dari Kabupaten Ngawi diambil dari Gabungan Kelompok Tani Makmur, Pangkur Kecamatan Kartoharjo dengan jenis beras IR 64 kualitas medium. Terdapat total 13 petani yang berasnya terserap pada series 1 Aksi B1G1. Identitas beras selengkapnya tersaji pada tabel 1.

    Bantuan donasi pada kelompok rentan perkotaan diberikan dalam bentuk beras. Mengingat masa pandemi Covid-19 yang hingga kini masih membatasi aktivitas produktif, B1G1 memutuskan untuk membantu kelompok rentan dengan skema yang berkelanjutan. Penyaluran bantuan dilakukan dalam skema padat karya. Artinya, kelompok ter dampak tidak hanya menerima bantuan secara cuma-cuma, tetapi wajib melakukan aktivitas padat karya yang bermanfaat bagi keluarga tersebut, terutama dalam rangka pemenuhan pangan keluarga.

    “keluarga kelompok rentan, diminta untuk menanami pekarangan rumah mereka dengan tanaman hortikultura seperti sayuran, bumbu dapur dan buah. Setelah keluarga bersedia, dan menunjukkan bibit yang sudah disemai, beras disalurkan pada keluarga tersebut”

    Pelaksanaan aktivitas padat karya pertanian ini dilakukan dengan didampingi oleh penyelenggara B1G1 dan rekan-rekan penyelenggara sebagai volunter selama masa pandemi. Penyelenggara B1G1 memanfaatkan dana sisa hasil penjualan untuk dibelikan benih, polybag, dan pupuk untuk para keluarga rentan. Benih yang diberikan dikemas dalam bungkusan yang diberikan panduan singkat tentang waktu penanaman, sehingga keluarga ter dampak dapat memanen hasil secara berkala. Selain itu, penyelenggara juga membuat buku panduan bercocok tanam yang dibuat seaplikatif mungkin untuk membantu keluarga rentan memahami teknis bercocok tanam secara sederhana.

    Keluarga rentan yang pada umumnya bermukim diwilayah yang cukup padat dan sempit menjadi tantangan tersendiri dalam upaya mendorong aktivitas padat karya pertanian. Beberapa rumah tangga rentan di Depok bahkan berinisiatif untuk menanami lahan kosong yang masih belum dimanfaatkan pemiliknya untuk membuat kebun komunal. Setidaknya untuk tanaman berumur pendek seperti sayuran, dan ditegah kondisi pandemi ini, lahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk ditanami sayuran.

    “…kami bingung juga tentang masalah lahan di perkotaan ini. akhirnya kami mengambil alih lahan-lahan kosong di sekitar pemukiman warga RT sini untuk dimanfaatkan sementara…” (LNB, Ibu RT di Depok)

    Tetapi dalam perkembangannya, penyelenggara B1G1 juga menghadapi tantangan dalam pelaksanaan aktivitas padat karya ini. Tidak semua rumah tangga mampu dan memiliki sumber daya yang cukup untuk bercocok tanam. Akhirnya lahirlah mekanisme padat karya non-pertanian yang mensyaratkan keluarga ter dampak untuk melakukan aktivitas apa pun pada sektor non-pertanian yang bermanfaat bagi keluarga mereka dan lingkungan sekitar seperti melakukan aksi bersih-bersih, menyediakan wadah cuci tangan dan sanitasi, serta aktivitas altruistis lainnya sebelum mendapatkan bantuan beras. Keluarga yang melakukan aktivitas padat karna non-pertanian ini diminta untuk melaporkan hasil kerjanya berupa foto pada penyelenggara.

    Bantuan beras yang diberikan pada keluarga yang melakukan aktivitas padat karya pertanian akan disalurkan secara berkelanjutan selama 3 bulan, tetapi untuk keluarga rentan yang memilih melakukan aktivitas padat karya non-pertanian, bantuan beras hanya diberikan secara insidental. Kebijakan ini dilakukan untuk mendorong keluarga rentan lebih pro-aktif dalam mengupayakan pemenuhan pangan keluarga.