Pertanian merupakan hal mendasar dan penting bagi sebuah masyarakat. Pertanian menjadi sarana untuk menopang kehidupan dan penyedia kebutuhan pangan untuk menjamin ketahanan pangan. Komoditas pangan terdiri dari pangan nabati dan pangan hewani. Pangan nabati berupa padi (gabah), jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar, sayur, buah-buahan, minyak goreng sawit, dan gula putih. Sedangkan pangan hewani adalah daging sapi, daging ayam, telur unggas, susu, dan ikan. Pertanian yang ada di Indonesia sebagian besar masih bertopang pada pertanian tradisional dikarenakan topografinya miring dan tidak datar. Pertanian tradisional yang berkembang di Indonesia selama ini masih berhasil dalam menyediakan makanan bagi semua masyarakat dan diturunkan dari generasi ke generasi. Kebiasaan turun temurun inilah yang membentuk kearifan lokal pada suatu masyarakat. Pengetahuan lokal (local knowledge) yang telah tertanam di masyarakat digunakan sebagai upaya untuk menjawab pemenuhan kebutuhan pangan, dan strategi adaptasi masyarakat dalam menghadapi perubahan lingkungan dan sosial (Sari dan Zuber 2020). Salah satu kelompok masyarakat yang masih menjunjung tinggi kearifan lokal dalam bertani dan menjaga kebutuhan pangan adalah Kampung Adat Urug.
Kampung Adat Urug adalah kampung yang terletak di Desa Kiarapandak, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara keseluruhan, Kampung Urug terdiri atas 8 RW dan 24 RT (Halimi 2013). Kampung ini dibagi ke dalam tiga wilayah yaitu Kampung Urug Atas, Kampung Urug Tengah, dan Kampung Urug Bawah. Ketiga kampung tersebut memiliki ketua adatnya masing-masing. Ketua adat masih mempertahankan kelestarian budayanya dengan tinggal di rumah panggung, memimpin upacara adat, dan bertani sesuai kebiasaan para pendahulunya.
Kondisi Pangan Kampung Adat Urug
Dalam menjalankan kehidupannya, masyarakat Kampung Adat Urug memiliki tiga bentuk hukum yang berlaku. Ketiga bentuk hukum tersebut adalah hukum syariat atau agama, hukum buhun atau kasepuhan, dan hukum negara. Ketiganya saling berkesinambungan dalam menjaga kearifan lokal, termasuk dalam hal kebutuhan pangan di Kampung Adat Urug. Kegiatan pemenuhan sumber pangan di Kampung Adat Urut masih didominasi budidaya padi. Tentu, penanaman padi ini berkaitan dengan mitologi Dewi Sri atau dewi padi yang erat dengan kemakmuran. Padi yang dihasilkan oleh masyarakat Adat Urug memiliki dua fungsi yaitu untuk pangan dan kebutuhan adat. Kebutuhan adat tersebut berupa acara pernikahan, mulud, seren taun (syukuran hasil panen), sedekah rowahan, dan sedekah bumi. Di kampung ini, kewajiban menanam padi adalah setahun sekali. Masa tanam hingga proses panen memakan waktu 6-7 bulan. Dengan masa penanaman padi yang hanya satu tahun sekali, keluarga-keluarga di Kampung Adat Urug memiliki leuit sebagai tempat untuk menyimpan hasil panen berupa gabah padi. Leuit tak hanya sebagai tempat atau bangunan penyimpan gabah padi, namun memiliki fungsi lain. Yang pertama adalah fungsi sosial, yaitu ketika masyarakat yang kekurangan diperbolehkan untuk “berhutang padi” dan nantinya setelah panen harus mengembalikannya seperti semula. Yang kedua adalah fungsi ritual, yang artinya leuit berperan untuk menjaga adat istiadat kebudayaan setempat. Yang ketiga adalah fungsi ekonomi, dimana hasil panen yang disimpan di leuit sebagai tabungan yang dapat dijual apabila terdapat kebutuhan yang mendesak. Berdasarkan hal tersebut, Kampung Adat Urug dan masyarakatnya saling berkesinambungan dalam menjaga kebutuhan pangan terutama cadangan beras (gabah padi). Dengan demikian, kondisi pangan di Kampung Adat Urug dalam kondisi cukup dan bahkan memiliki “tabungan gabah padi/cadangan pangan” sebagai upaya untuk bertahan hidup apabila kondisi mendesak.
Jenis dan Sumber Pangan Kampung Adat Urug
Kondisi pangan yang didominasi tanaman padi membuat keberagaman jenis tanaman yang ditanam di sawah terbatas. Hal tersebut tentu bukan tanpa alasan, kondisi geografis yang naik turun dengan lahan sawah yang berundak menjadi keterbatasan apabila petani menanam tanaman kebun atau sayuran dalam skala luas. Kebutuhan pangan nabati dipenuhi lebih banyak dengan membeli di pasar tradisonal atau menanam di area-area lahan kosong di sekitar pemukiman masyarakat. Beberapa kebutuhan pangan nabati yang biasa dikonsumsi masyarakat Kampung Adat Urug adalah ubi, jagung, sayur-mayur, dan buah-buahan. Salah satu tanaman buah yang banyak ditemui adalah pohon pisang, beberapa tanaman rambutan, dan manggis. Selain kebutuhan pangan yang bersumber dari pangan nabati, kebutuhan pangan hewani juga tinggi di Kampung Adat Urug. Salah satu alasannya adalah kebutuhan ritual adat yang seringkali menggunakan olahan dari ayam, seperti acara adat sedekah rowahan, dimana masyarakat membawa ayam satu ekor per keluarga yang kemudian disembelih dan dimasak untuk kebutuhan doa bersama. Selain memelihara ayam sebagai kebutuhan pangan, beberapa masyarakat juga memiliki hewan ternak berupa kerbau. Kerbau juga digunakan sebagai sarana ritual adat, khususnya dalam ritual adat seren taun. Kerbau akan disembelih dan dimasak untuk kebutuhan selamatan. Selain sumber pangan hewani langsung, masyarakat juga memanfaatkan hasil turunan dari unggas seperti telur ayam untuk konsumsi sehari-hari.
Sungguh, masyarakat Kampung Adat Urug selalu berusaha menjaga identitasnya sebagai sebuah masyarakat adat yang menjaga tradisi dan tidak melampaui batas dalam menjalani hidup. Ketiga bentuk hukum yang ditegakkan bersama-sama oleh masyarakat dilaksanakan dengan baik demi menjaga kesinambungan antara manusia dengan alam, khususnya dalam kebutuhan pangan. Proses tanam setahun sekali, kepemilikan leuit untuk menyimpan gabah padi, dan ragam ritual adat sebagai bentuk rasa syukur terhadap alam dan Tuhan yang Maha Kuasa. Hal tersebut seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua agar selalu memberi batasan dalam hidup dan tidak berlebihan dalam segala hal.
Ditulis oleh: Wafi Nuruddin