Pandemi yang terjadi melanda dunia dan khususnya Indonesia melahirkan situasi sulit terutama pada sector pertanian dan pangan. Banyak kelompok masyarakat diperkotaan mengalami kesulitan mengakses pangan akibat menurunnya daya beli. Sementara di tingkat produsen terjadi penumpukan produk pertanian dan penurunan harga akibat macetnya rantai pasok. Situasi ini perlu segera diatasi sebab jika tidak bisa mempengaruhi ketahanan pangan negara.
Hal ini mengemuka dalam diskusi Obrolin Pangan Goes To Campus dengan tema Menata Jalan Food System Indonesia yang berdaulat, Adil dan Resilien yang diselenggarakan Center of Excellence for Interdisciplinary and Sustainability Science (CEISS) Universitas Hasanuddin dan Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) (6/11/2020). Kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan menuju Indonesia Food System Summit yang akan digelar tahun depan.
Dalam sambutannya, Prof. Dr. Jamaluddin Jompa, Dekan Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin, mengatakan bahwa pandemi Covid-19 telah berdampak secara signifikan pada pangan dan juga pada petani, nelayan, produsen pangan di pedesaan. Yang lebih menghkhawatirkan lagi, pandemi covid-19 memperparah situasi malnutrisi. Apalagi Indonesia masih memiliki tingkat anak stunting dan kurang gizi yang tinggi. Dirinya juga mengingatkan pentingnya penataan ulang (great reset) sistem pangan sebagai sebuah kesempatan yang perlu diambil akibat pandemi untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan atau SDGs.
“Penataan sistem pangan sangat berkaitan erat untuk mewujudkan SDGs. Menata sistem pangan dapat mendorong peningkatan kesejahteraan (goal 1), mengatasi kelaparan (goal 2), kesehatan (goal 3), dan kesetaraan gender (goal 5), ketimpangan (goal 10), serta goals-goals lainnya, termasuk perubahan iklim (goal 13) dengan sistem pertanian dan perikanan yang berkelanjutan”, ujarnya.
Dampak pandemi Covid-19 pada sektor pangan juga dapat dilihat pada sektor kesehatan. Hal ini sebagaimana diungkapkan Dr. Sudirman Nasir, Direktur CEISS Unhas dan pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin yang mengingatkan bahwa Indonesia masih dihadapakan pada persoalan beban gizi ganda (double burden nutrition), yaitu kurang gizi dan gizi lebih (obestias). Persoalan gizi ini sangat terkait erat dengan dampak lanjutan dari pandemi, yaitu sebagai faktor resiko penting. Oleh karena itu, Sudirman menjelaskan bahwa alternatif solusi persoalan pangan dan kesehatan yang kompleks ini dengan sistem kesehatan yang terintegrasi.
“Kesehatan manusia harus memperhatikan kesehatan lingkungan, terutama kesehatan tanah tempat makanan bertumbuh. Namun, kita juga tidak bisa bergerak sendiri untuk menata sistem yang kompleks ini. Diperlukan kerja sama dengan berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu tradisi bersekutu atau beraliansi perlu dibangun untuk mendorong perbaikan sistem pangan dan kesehatan saat ini”, terangnya.
Pembicara lain yang hadir dalam diskusi ini, Armin Salassa, pendiri Komunitas Swabina Pedesaan Salassae, mengatakan bahwa penguatan sistem pangan menjadi penting dilakukan mengingat pangan ini tidak bisa berdiri sendiri. Pangan meliputi banyak proses dan banyak aktor. Salah satu komponen penting dalam penguatan sistem pangan adalah pada aras produksi, yaitu penguatan kapasitas petani dan organisasinya.
“Pada aspek produksi sebagai komponen sistem pangan penguatan petani dan organisasi adalah kuncinya. Secara ringkas pondasi sistem pangan kedepan harus dimulai dengan merumuskan tujuan dan konsep bersama, penguatan organisasi, dan tradisi belajar di kalangan petani harus terus berlangsung dan dikembangkan untuk mewujudkan sistem pangan yang berdaulat”, ujarnya.
Senada dengan pembicara lain, Lily Batara, Koordinator program Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) mengatakan bahwa pandemi ini harusnya menyadarkan kita tentang besarnya peran pangan dan petani terutama perempuan tani. Pandemi ini harus dijadikan momentum perbaikan sistem pangan mulai dari proses produksi, distribusi hingga konsumsi. Dengan perbaikan ini maka diharapkan target pembangunan berkelanjutan dapat dicapai terutama terkait pengentasan kemiskinan dan menghilangkan kelaparan. “Sistem pangan yang ada harus dirubah dengan lebih kuat dan tangguh, bertumpu pada sumberdaya lokal, berdaulat dan adil. Kedepan kita harus menempatkan petani dan produsen pangan Indonesia sebagai tuan dan puan pada sistem pangan. Tidak hanya itu kolaborasi semua pihak yang terkait menjadi penting. Jika semua pihak bekerjasama maka cita-cita kedaulatan pangan bukan lagi mimpi untuk bisa diwujudkan” pungkasnya