web analytics

Bela petani: Batalkan Impor Beras!

07
Mar

Pernyataan Sikap KRKP dan GPN atas Rencana Impor Beras Pemerintah Bogor, 7 Maret 2021

Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) dan Gerakan Petani Nusantara (GPN) mempertanyakan rencana pemerintah mengimpor beras 1-1,5 juta ton pada awal tahun seperti diberitakan beberapa media beberapa hari terakhir ini. Pemerintah berdalih impor dilakukan untuk menjaga stok beras nasional. Selain itu juga di perlukan pengadaan besar-besaran untuk pasokan beras bantuan sosial (Bansos). Terkait hal ini, KRKP menyampaikan beberapa hal berikut:

  1. Impor beras untuk apa?

Impor beras untuk memperkuat cadangan beras nasional sulit diterima. Pertama, bahwa dalam 2-3 minggu ke depan akan terjadi panen raya. Pada saat itu stok beras nasional berada pada puncaknya. Jika pun stok di Gudang Bulog kurang maka pilihan caranya bukan dengan melakukan impor namun memberikan keleluasaan (termasuk dana) kepada Bulog untuk melakukan penyerapan secara besar-besaran. Selama ini Bulog selalu kalah bersaing untuk menyerap beras karena ketidakmampuan bersaing dalam hal harga pembelian dibandingkan para tengkulak. Tidak mengherankan jika serapan Bulog pada setiap panen tidak lebih dari 10 persen. Pilihan impor beras tidak menjawab persoalan cadangan beras nasional.

Impor beras tidak bisa dibenarkan. Sampai saat ini tidak ditemukan atau diberitakan kondisi terjadinya gangguan produksi seperti serangan hama penyakit atau bencana kebanjiran dan lainnya. Produksi beras nasional relatif tidak ada gejolak dan ancaman. Penelusuran dari lapangan, terutama di Pulau Jawa, tidak ditemukan hal-hal yang menghawatirkan terkait produksi. Dengan demikian, panen raya bulan April-Mei ini diyakini dapat memberikan hasil yang memadai.

Pilihan impor beras tidak mencerminkan situasi produksi dalam negeri.

Impor beras melukai perjuangan petani. Pada saat pandemik terjadi, satu-satunya sektor yang terus bergerak dan tegak berdiri adalah pertanian. Ketika ekonomi di kota goyah, desa dan sektor pertanian menjadi tempat berlabuh warga untuk tetap bisa bertahan. Pada saat orang lain diliputi kekhawatiran dan ketakutan, petani tetap menanam, memberi makan negeri ini.

Rencana impor ini tentu saja sebuah pengkhianatan di saat petani butuh dukungan. Saat ini, Ketika hujan banyak turun dan kualitas beras turun akibat kadar air yang tinggi yang berujung harga turun, yang dibutuhkan petani bukan impor, tapi kepastian harga atau sekurangnya dukungan mesin pengeringan. Wilayah yang saat ini mulai panen seperti Merauke, Ngawi, Bojonegoro dan beberapa daerah lainnya menunjukkan hal ini. Harga gabah ada di kisaran 3800-4000 per kg, harga ini jauh di bawah HPP.

Selama ini impor beras lebih banyak memberikan mudorot ketimbang manfaat bagi petani.

2. Impor beras untuk siapa?

Pandemi rupanya tidak cukup memberikan pembelajaran bagi pemerintah. Ketergantungan pada impor dan produsen dari luar negeri akan menyebabkan makin rendahnya derajat ketahanan dan kedaulatan pangan kita. Pandemi menunjukkan semakin besar negara tergantung pada perdagangan pangan global makin tidak aman kondisinya. Barangkali kita bisa menengok Singapura sebagai contoh.

Di saat negara-negara lain berlomba memperbaiki sistem pangan dalam negeri dengan memperkuat produksi pangan dari dalam, kenapa kita justru sebaliknya? Lalu apa artinya program peningkatan produksi yang suda dilakukan. Juga apa artinya janji berdaulat pangan yang dalam dua periode digaungkan? Bukankah program pencetakan kawasan pertanian skala luas food estate sudah dijalankan sejak 10 tahun lalu dan diperluas satu tahun ke belakang harusnya sudah mampu menjawab persoalan ini. Apakah food estate yang banyak disangsikan banyak pihak betul-betul untuk menjawab persoalan ketersediaan atau untuk melayani kepentingan sekelompok tertentu? Pertanyaan yang sama juga layak kita ajukan atas rencana impor beras ini. Apakah untuk menjawab persoalan ketersediaan cadangan pangan atau untuk melayani kepentingan kelompok orang tertentu?

Dan sudah tentu pertanyaan besarnya layak kita ajukan, apakah pemerintah punya niat serius untuk mewujudkan kedaulatan petani dan pangan? Atau justru melayani peningkatan pendapatan kelompok tertentu? Pertanyaan-pertanyaan ini layak kita ajukan mengingat fakta selama ini pada sektor pangan justru menunjukkan bahwa impor yang dilakukan lebih banyak untuk melayani kepentingan pihak tertentu atau mafia pangan.

Oleh karenanya, KRKP dan Gerakan Petani Nusantara (GPN) menyatakan dan mendesak pemerintah untuk:

  1. Menghentikan rencana ini karena tidak hanya bertolak belakang dengan kondisi lapangan namun lebih jauh melukai dan mengkhianati petani.
  2. Memperkuat Bulog, salah satunya menyediakan anggaran yang cukup untuk mampu menyerap gabah atau beras dalam jumlah besar sehingga cadangan pangan sekaligus penyediaan beras untuk Bansos dapat terjaga dan dipenuhi.
  3. Memfasilitasi petani untuk dapat meningkatkan kualitas gabah terutama pada musim panen raya dengan curah hujan yang tinggi.
  4. Memberikan layanan dan dukungan kepada petani di saat panen raya yang akan menjelang dengan memastikan harga gabah cukup menguntungkan petani.
  5. Mencegah dan menghancurkan segala bentuk praktik jahat para mafia pangan yang hanya akan mengambil keuntungan dan menghadirkan kerugian pada petani.

Kontak dan informasi lebih lanjut:

Said Abdullah, Koordinator Nasional KRKP

081382151413, ayip@kedaulatanpangan.org

Suryo Wiyono, Ketua Umum GPN

0813-9853-5771, suryowi269@gmail.com

Leave a Comment