web analytics

UPOV Convention 1991, Kebiri Hak Petani atas Benih

20
Jul

Obsesi Indonesia untuk bergabung dengan UPOV 1991 sangat pantas membuat petani kecil khawatir dengan nasibnya. Dengan memboyong rencana tersebut, Indonesia sedang mengingkari nilai dan prinsip yang dipikulnya. UPOV 1991 belum tentu menjadi terobosan yang tepat bagi Indonesia untuk memenuhi hak pemulia tanaman.

Mengenal UPOV Convention

Union Internationale Pour la Protection des Obtentions Vegetable (UPOV) adalah organisasi internasional yang didirikan oleh International Convention for the Protection of New Varieties of Plants (UPOV Convention). UPOV Convention merupakan perjanjian internasional untuk tanaman yang disepakati pada Desember 1961, dan mulai berlaku pada 1968. Setelah diadopsi di Paris, UPOV Convention telah mengalami revisi sebanyak tiga kali.

Lahirnya UPOV dianggap memberikan pengakuan terhadap hak-hak pemulia tanaman secara internasional melalui perlindungan hak atas kekayaan intelektual yang unik bagi pemulia atau breeders’ rights. UPOV memiliki misi untuk menyediakan sistem perlindungan varietas tanaman yang efektif, dan mendorong pengembangan varietas tanaman baru untuk kepentingan masyarakat. Tujuan utama UPOV berdasarkan UPOV Convention yaitu: (1) Menyediakan dan mengembangkan dasar hukum dan teknis untuk melakukan kerja sama internasional dalam perlindungan varietas tanaman; (2) Membantu membuat undang-undang dan menerapkan sistem perlindungan varietas tanaman yang efektif; dan (3) Meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang sistem perlindungan varietas tanaman.

Terhitung hingga 2021 UPOV memiliki 78 anggota, 19 negara dan 1 organisasi internasional sedang menjalani proses untuk menjadi anggota. Serta 22 negara dan 1 organisasi internasional tengah bekerja sama dengan UPOV untuk meratifikasi atau mengembangkan hukum yang merujuk pada UPOV Convention. Negara-negara yang menjadi anggota UPOV antara lain Vietnam, Australia, Tiongkok, Amerika Serikat, Inggris, Belanda, dan Afrika Selatan. Indonesia menjadi salah satu negara yang masuk dalam kelompok ketiga.

Peta negara anggota UPOV (hijau), negara telah memulai prosedur untuk mengaksesi Konvensi UPOV (ditampilkan dalam warna coklat), dan negara yang telah berhubungan dengan Kantor Persatuan untuk bantuan dalam pengembangan undang-undang berdasarkan Konvensi UPOV (orange). (Sumber: UPOV 2021)

Mengingat bahwa Indonesia adalah anggota World Trade Organization (WTO), sehingga Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelaraskan peraturan perundang-undangan di bidang hak atas kekayaan intelektual dengan perjanjian hak atas kekayaan intelektual dalam WTO atau Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Right (TRIPS). Perjanjian TRIPS memberikan pilihan kepada suatu negara untuk memberikan hak paten kepada varietas tanaman atau memberikan hak atas kekayaan intelektual yang unik kepada varietas tanaman. Namun, Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) mewajibkan negara untuk menjadi anggota UPOV 1991 mengikuti standar UPOV 1991.

Baca Juga : Hadirkan Festival Pangan Jujur, KRKP Bercerita Tata Kelola Pangan Lewat Foto

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya perihal revisi UPOV Convention, UPOV Convention telah direvisi pada 1972, 1978, dan 1991. Perbaikan ini dilakukan agar UPOV tetap mengikuti perkembangan teknologi dalam pemuliaan tanaman. Tentunya terdapat perbedaan antara UPOV 1978 dan UPOV 1991. UPOV 1978 hanya membatasi pihak lain atas pemanfaatan varietas tanaman yang dilindungi untuk tujuan komersial, tidak untuk varietas tanaman turunan dari varietas yang dilindungi.

UPOV 1991 dibentuk karena UPOV 1978 dianggap kurang melindungi kepentingan pemulia tanaman, terutama pemulia tanaman dari korporasi multinasional. Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) UPOV 1991, hak eksklusif yang diberikan kepada pemulia, antara lain hak untuk memproduksi dan memperbanyak benih, persiapan untuk propagasi, melakukan iklan, memperdagangkan, mengekspor, mengimpor, dan mencadangkan. Penguatan hak eksklusif tersebut memberikan konsekuensi, yaitu tindakan yang berkaitan dengan kegiatan tersebut harus mendapatkan izin dari pemegang hak eksklusif. Selain itu, Pasal 14 ayat (2) UPOV 1991 juga mengatur bawah tindakan-tindakan seperti Pasal 14 ayat (1) UPOV 1991 yang berkaitan dengan penggunaan sebagian atau keseluruhan bagian varietas yang dilindungi memerlukan izin dari pemulia, kecuali pemulia mendapatkan keuntungan atas haknya.

Perlindungan bagi hak-hak pemulia yang diberikan oleh UPOV menjadi dasar dalam penguasaan benih oleh beberapa perusahaan. Terlebih setiap revisi UPOV Convention dibuat untuk memperkuat hak-hak pemulia tanaman dari perusahaan besar. Kecil kemungkinan bagi petani untuk menggunakan varietas tanaman yang dilindungi tanpa izin dari pemulia tanaman. Kondisi tersebut bertentangan dengan Deklarasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tentang Hak Asasi Petani dan Masyarakat yang Bekerja di Pedesaan (Deklarasi HAP). Dikatakan demikian karena Deklarasi HAP melindungi hak atas benih dengan prinsip nondiskriminasi. Instrumen hukum internasional yang diinisiasi oleh Indonesia ini perlu digunakan sebagai standar untuk memenuhi hak asasi petani.

Menuju kebiri hak petani atas benih di Indonesia

Saat ini, tidak kurang dari 41 perjanjian perdagangan bebas (FTA) yang telah ditantangi maupun tengah dirundingkan oleh Indonesia. Upaya menciptakan ekosistem perdagangan global yang lebih efektif melalui penghapusan tarif dan penanganan hambatan non tarif, penguatan akses pasar, hingga mendorong investasi di Indonesia terus digalakan. Sayangnya, dibalik ratifikasi FTA tersebut beberapa perjanjian mensyaratkan Indonesia harus bergabung dalam keanggotaan UPOV. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Indonesia saat ini tengah pada tahap pendampingan untuk penyesuaian peraturan perundangan untuk bergabung UPOV 1991. UU No 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) adalah produk hukum yang isinya banyak mengadopsi UPOV Convention. UU ini lebih banyak mengatur perlindungan terhadap hasil pemuliaan tanaman oleh pemulia dalam bentuk hak PVT dan sangat minim dalam memberikan perlindungan terhadap varietas tanaman lokal beserta hak-hak petani.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian tepatnya di Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPTVP) telah melakukan kajian yang menyebutkan bahwa Jika Indonesia bergabung dalam UPOV 1991 akan mendapatkan banyak keuntungan. Wacana tersebut muncul dilatarbelakangi banyaknya tantangan pengembangan sektor pertanian dan pangan di Indonesia seperti pertambahan populasi yang artinya perlu mendorong produksi dalam negeri lebih besar, isu degradasi lingkungan, beragamnya preferensi konsumen terhadap produk pertanian, hingga persaingan pasar global sehingga perlu dijawab dengan inovasi varietas baru dari para pemulia dalam jumlah yang besar.

Salah satu kajian menyebutkan dari monetisasi cost and benefit jika indonesia menjadi anggota UPOV didapati nilai B/C ratio lebih dari 1, hal ini menunjukkan bahwa besaran benefit jauh lebih besar dari cost jika dilakukan (Firdaus 2021). Namun, jika ditelisik lebih jauh kajian tersebut hanya mengedepankan aspek benefit dan cost secara ekonomi semata dan meniadakan aspek lain seperti hak-hak dasar petani kecil, HAM, serta aspek keberlanjutan sosial dan lingkungan.

Baca Juga: PMK Ancaman Nyata Kedaulatan Daging di Indonesia

Kekhawatiran kebiri hak petani atas benih jika Indonesia bergabung dalam UPOV 1991 bukan tanpa dasar. Dalam  17 tahun terakhir saja tidak kurang dari 16 kasus kriminalisasi petani yang berhubungan dengan benih dan plasma nutfah terjadi di Indonesia. Beberapa tuduhan yang dilayangkan kepada petani diantaranya: 1) meniru teknik pemuliaan, 2) pencurian benih induk, 3) kawin silang, 4) distibusi benih ilegal, 5) penyebarluasan benih tidak bersertifikat, dan 6) pengumpulan plasma nutfah tanpa persetujuan.

Hal tersebut terjadi karena peraturan perundangan di Indonesia banyak mengadopsi model UPOV. Meskipun di Indonesia telah meratifikasi International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture (ITPGRFA) ke dalam UU No. 6 Tahun 2006 yang menjamin hak-hak dasar petani dan UU No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan yang memberikan kesempatan petani kecil melakukan pencarian dan pengumpulan sumberdaya genetik serta pelepasan varietas dengan syarat tertentu, bukan tidak mungkin kriminalisasi petani atas benih akan terus berlangsung dan semakin buruk ketika Indonesia bergabung dalam UPOV 1991.

  Calon galur hasil pemuliaan petani di Bojonegoro (Sumber: Tani Center IPB)

Tidak berhenti pada ancaman kebebasan petani kecil untuk membudidayakan dan membagikan benihnya sendiri, lebih jauh UPOV akan menimbulkan masalah baru bagi Indonesia. Dari aspek sosial contohnya, ada potensi hilangnya pengetahuan serta budaya petani dalam mengelola benih lokal yang telah diturunkan dari generasi ke generasi secara tradisional-mandiri. Dari aspek ekonomi, UPOV akan membentuk ekosistem yang mengarahkan petani kecil pada ketergantungan benih dari luar. UPOV mengharuskan aturan paten dan sertifikasi benih yang tentu saja beban produksi tersebut ditanggung kepada konsumen akhir yaitu petani.

Baca Juga: Catatan KRKP: Petisi Bongkar Mafia Pangan Minyak Goreng

Pada sektor tanaman pangan khususnya padi, sejak dahulu petani padi di Indonesia memanfaatkan bibit padi di musim tanam sebelumnya atau saling bertukar benih kepada petani lain. Pada sektor tanaman hortikultura seperti cabai, jika petani bergantung pemenuhan benihnya pada pasar paling tidak 10% dari total biaya produksi hanya untuk membeli benih. Harga benih naik, ongkos produksi naik, maka yang selanjutnya terjadi adalah berkurangnya pendapatan petani, apalagi karakteristik petani di Indonesia didominasi oleh petani kecil dengan pengusan lahan rata-rata 0.2 hektar.

Dari aspek lingkungan, UPOV berpotensi menggerus keanaragaman hayati. Syarat adalah varietas yang dilindungi hak pemulia menurut UPOV harus  memiliki sifat yang baru, berbeda, seragam, stabil dan memiliki denominasi yang sesuai. Hal tersebut bukan tidak mungkin akan memangkas keragaman genetik yang ada secara alami maupun yang tersimpan di kantung-kantung petani. Keanekaragaman genetik yang tersimpan sebenarnya juga menyimpan potensi yang lebih baik dan beragam, seperti sifat-sifat yang lebih adaptif dengan lingkungan lokal, memiliki keterhubungan sosial yang kuat dengan komunitas, hingga memiliki fungsi ekologis lainnya.

Lantas apakah tepat jika Indonesia tetap bersikeras bergabung dengan UPOV 1991, yang secara hukum bertentangan dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2006 yang meratifikasi ITPGRFA, U No. 5 Tahun 1994 yang meratifikasi CDB Convention, serta berpotensi memunculkan banyak kerugian bagi petani kecil di Indonesia.

Referensi

Asia Regional Integration Channels. 2022. FTA by country/economy. https://aric.adb.org/fta-country

International Union for the Protection of New Varieties of Plants (UPOV). 2021. Overview of UPOV. Publication No. 437. https://www.upov.int/about/en/overview.html

Firdaus M. 2021. Analisis manfaat biaya  keanggotaan Indonesia di UPOV. Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Ghimire S. 2022. Farmers, seeds & the laws: importing the chilling effect doctrine. Southcentre.int

Laporan akhir Tim Pengkajian Hukum tentang Perlindungan Varietas Tanaman Lokal Dalam Hukum Nasional dan Internasional. 2011. https://www.bphn.go.id/data/documents/pkj-2011-15.pdf

Correa, Carlos M., et al. (2015). Plant Variety Protection in Developing Countries: A Tool for Designing a Sui Generis Plant Variety Protection System: An Alternative to UPOV 1991. Jerman: APBREBES.

Indonesia for Global Justice (IGJ). 2018. UPOV 1991 dalam Konteks Perjanjian Perdagangan Bebas.

International Union for the Protection of New Varieties of Plants (UPOV). 1991 Act of the UPOV Convention.

International Union for the Protection of New Varieties of Plants (UPOV). UPOV Lex. https://upovlex.upov.int/en/convention

Kementerian Pertanian Republik Indonesia. (2020). PVTPedia: Informasi Lengkap Perlindungan Varietas Tanaman. Jakarta: Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian Kementerian Pertanian RI.

Serikat Petani Indonesia (SPI). (2018). Jumat Berkah: Sah! Petani Kecil Punya Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Petani. https://spi.or.id/jumat-berkah-sah-petani-kecil-punya-deklarasi-pbb-tentang-hak-asasi-petani/

Yusuf, Muchamad. (2015). Pembatasan Hak Eksklusif Pemulia Tanaman Untuk Melindungi Hak-Hak Petani (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).

Leave a Comment