Kabupaten Lombok Utara, Kamis, 16 September 2021 – Yayasan Lembaga Kemanusiaan Masyarakat Pedesaaan (YLKMP) bersama dengan para kelompok tani hortikultura, dan Pemerintah Kabupaten Lombok Utara mengadakan diseminasi hasil Kajian Kebijakan Investasi Publik di Sektor Pertanian dan Pangan. Diseminasi tersebut dibungkus dalam satu kegiatan diskusi bertajuk “Obrolin Pangan: Menilik dan Mengoptimalisasi Potensi Pertanian Pangan dan Hortikultura Yang Berkelanjutan di Kabupaten Lombok Utara”. Kegiatan yang dilaksanakan secara hybrid tersebut dihadiri setidaknya 30 orang yang hadir secara langsung di lokasi diskusi dan 20 orang yang hadir secara daring.
Tema serta diskusi yang menitikberatkan pada potensi hortikultura di Kabupaten Lombok Utara bukan tanpa maksud. Pasalnya secara geografis Kabupaten Lombok Utara terletak pada daerah pegunungan yang membentang dari Kecamatan Bayan sampai Kecamatan Pemenang. Lokasi tersebut memiliki potensi besar dalam menunjang aktivitas pertanian khususnya tanaman hortikultura. Potensi besar pertanian hortikultura di Kabupaten Lombok Utara bukan hanya sekedar asumsi, dari data yang disampaikan oleh salah satu narasumber diskusi. Bapak Tresnahadi selaku Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DKP3) Kabupaten Lombok Utara. Menyebutkan produksi utama tanaman hortikultura di sana ialah semangka dengan luas tanam seluas 38 Ha dengan produksi sebesar 1.535 ton. Bawang merah dengan luas tanam seluas 178 Ha dengan produksi sebesar 1.189,5 ton per tahunnya. Untuk tanaman semangka sendiri produktivitasnya di Kabupaten Lombok Utara terbilang baik karena produktivitasnya mencapai pada angka 40,40 Ton/Ha.
Pada kesempatan tersebut, Tresnahadi membawakan materi tentang kebijakan investasi publik di sektor pertanian hortikultura yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Luwu Utara. Khususnya oleh Dinas Ketahanan Pangan. Beliau menunjukkan data-data hasil produksi pertanian hortikultura, sekaligus program yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Utara. Setelah itu, beliau menuturkan, bahwa masalah yang dialami di sana ialah rendahnya harga jual dari petani,
“kami sih sebenarnya berharap, kami memiliki BUMD yang bisa membeli hasil dari petani kita. Karena potensi pertanian di Kabupaten Lombok Utara sangat luar biasa, tapi petani mengalami kesulitan dalam menjual dan harga juga kadang-kadang langsung anjlok.”
Pihak dari DKP3, Tresnahadi yang merupakan narasumber. Pada webinar ini juga menyampaikan bahwa DKP3 selanjutnya akan menyusun rencana serta strategi sebagai upaya optimalisasi potensi pertanian hortikultura di Kabupaten Lombok Utara. Upaya-upaya tersebut antara lain dengan melakukan pelatihan dan pendampingan kepada petani melalui PPL.
Narasumber lainnya dalam diskusi ini adalah Raden Kertabayun, praktisi sekaligus pendamping petani hortikultura di Lombok Utara. Menurut Raden Kertabayun, “melihat dari segi permasalahan petani ialah dengan melihat lambatnya penerimaan teknologi, serta masalah analisis usaha yang masih konvensional sehingga tidak menghitung berapa keluarnya, yang penting panennya banyak.” Permasalahan yang disampaikan oleh Raden tentu berkenaan dengan kapasitas dan pengetahuan yang dimiliki oleh para petani. Tidak sampai di situ, Raden juga menekankan pentingnya memunculkan tenaga-tenaga terampil, “harus sudah mulai terampil menyilangkan buah, bagaimana cara memanen yang baik, dan juga menganalisa usaha dari biaya produksi.” Pada akhir kesempatannya, Raden juga menekankan hal yang sama disebutkan oleh Narasumber sebelumnya, “percuma produksi bagus dan banyak tapi prospek pasarnya tidak ada.”
Baca Juga: Potensi Lahan Kering Masih Dimarjinalkan
Narasumber lainnya dalam diskusi ini adalah Widya Hasian, Peneliti dari Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP). KRKP bersama YLKMP sebagai pelaksana kajian investasi publik bidang pertanian dan pangan di Kabupaten Lombok Utara. Data dari kajian yang telah dilakukan tersebut menunjukkan mayoritas petani hortikultura membutuhkan traktor roda dua, midst blower, dan lain-lain. Widya menyebutkan bahwa bukan hanya alsintan atau infrastruktur fisik saja yang seharusnya menjadi fokus pembangunan pertanian.
“peningkatan investasi publik terutama infrastruktur fisik memang bisa meningkatkan pendapatan, namun tidak serta merta menurunkan kesenjangan.” Menurut Widya, pembangunan infrastruktur fisik memang sudah seharusnya dibarengi dengan Research and Development (R&D) bidang pertanian, teknologi, penyuluhan, dan peningkatan kapasitas untuk memberikan dampak yang signifikan khususnya pada peningkatan kesejahteraan rumah tangga petani. (Jgt)