web analytics

Cerita Perempuan dan Pangan

19
Apr

Bagaimana pangan, perempuan dan perubahan iklim saling berhubungan? Pangan merupakan kebutuhan pokok dan paling mendasar yang dibutuhkan masyarakat sehari-hari. Kebutuhan akan pangan termasuk akses, ketersediaan, dan kemampuan daya beli menjadi hal yang sangat urgen. Pangan harus selalu ada dan tersedia di meja makan untuk dikonsumsi oleh setiap orang.

Dalam hal ini perempuan memiliki peranan yang sangat penting dalam penyediaan pangan di atas meja makan. Perempuan menjadi aktor kunci dalam pemenuhan pangan dalam keluarga mulai dari hulu sampai hilir. Seperti kondisi pertanian kita saat ini, dimana jumlah tenaga kerja perempuanlah yang paling banyak. Perempuan terlibat dalam produksi pangan. Seperti kelompok wanita tandur di Indramayu, yang mana semua anggotanya terdiri dari perempuan. Kemudian, kegiatan pemeliharaan tanaman padi yaitu penyiangan gulma atau rumput juga dilakukan oleh perempuan. Selanjutnya proses pemanenan aktor banyak terlibat adalah perempuan. Bahkan stok pangan atau beras habis di rumah juga menjadi tanggung jawab perempuan.

Kelompok wanita tandur yang akan beristirahat
Sumber: Dokumentasi KRKP

Baca juga artikel berikut: Pestisida dan Kanker Payudara

Kehidupan perempuan dan pangan akan selalu saling berhubungan.

Begitupun dengan lingkungannya. Beberapa tahun belakangan ini, masyarakat kita termasuk perempuan tani tengah menghadapi situasi yang tidak pasti yaitu perubahan iklim. Perubahan iklim merupakan isu global yang sangat penting untuk diketahui secara bersama, karena dampaknya yang sangat mempengaruhi semua sektor baik alam, lingkungan hidup maupun kehidupan perempuan. Perubahan iklim terjadi karena adanya perubahan terhadap suhu, curah hujan, kelembapan udara, angin, maupun radiasi matahari (Aliadi et al. 2008).

Lahan pertanian yang tampak kekeringan
Sumber: Dokumentasi KRKP

Perubahan iklim yang terjadi secara nyata telah memberikan pengaruh terhadap kehidupan perempuan tani karena hidupnya sangat bergantung pada iklim. Mengingat hubungan antara pertanian dan iklim sangat erat maka perubahan iklim berdampak terhadap aktivitas perempuan tani. Dampak dari perubahan iklim meliputi perubahan jadwal dan pola tanam, ledakan hama dan penyakit tanaman, kekeringan, banjir, penurunan hasil produksi bahkan menyebabkan gagal panen. Dengan berbagai dampak tersebut tugas dan tanggung jawab perempuan menjadi sangat berat karena harus mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut.

Cerita dari Perempuan Tani

Kondisi tersebut dialami oleh Reti (50 tahun), seorang perempuan tani asal Blok Darim, Desa Kendayakan, Kecamatan Terisi, Indramayu, yang mau tidak mau harus beradaptasi dengan perubahan iklim. Selain itu Mama Reti begitu sapaan akrabnya, harus membantu suaminya dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mama Reti berprofesi sebagai buruh tani perempuan dengan penghasilan Rp. 100.000 per hari. Dan itu pun tenaganya dibutuhkan pada saat masa tanam dan panen saja. Salah satu dampak perubahan iklim yang dirasa oleh Mama Reti secara langsung adalah curah hujan. Pada saat musim hujan maka sawah yang digarapnya akan banjir dan saat musim kemarau tanah sawahnya menjadi retak dan terbelah. Sehingga produktivitas dan kualitas gabah padi menurun. Dengan penurunan produksi gabah, maka pendapatan yang diterima oleh Mama Reti akan berkurang pula karena pemilik lahan sawah akan mengurangi pemberian hasil “derep” kepada pekerjanya.

Pendapatan yang menurun tersebut memaksa Mama Reti harus mencari alternatif pekerjaan sebagai sumber penghasilan tambahan. Sementara saat menunggu masa panen tiba, Mama Reti biasanya mengisi waktu luangnya membuat kerajinan tangan berupa bros kerudung, gelang, hingga pengait masker. Dari hasil penjualan kerajinan tangan tersebut, Mama Reti mendapatkan untung Rp 1.000-5.000 per satu buah. Selain itu Mama Reti juga memanfaatkan lahan pekarangan tanah wakaf desa untuk ditanami sayur-mayur. Dari lahan tersebut beliau dapat memenuhi kebutuhan pangan keluarga dan sebagian hasil panen sayurnya dijual ke tetangga sekitar. Begitulah keseharian Mama Reti dimana beliau memiliki peran dan tanggung jawab ganda yaitu harus bekerja membantu perekonomian keluarga dan menyediakan pangan tetap tersedia di keluarganya.

Baca juga mengenai Indonesian Food System Summit

Perempuan memiliki beban ganda

How Ever, perempuan memiliki beban ganda di dalam kehidupan keluarga dan di saat yang sama perempuan juga menjadi kelompok yang tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk menghadapi dampak dari perubahan iklim. Padahal  kapasitas yang dimiliki oleh perempuan tani sangat menentukan langkah-langkah adaptasi perubahan iklim. Selain banjir dan kekeringan, dampak perubahan iklim seperti curah hujan yang sedikit juga berpengaruh terhadap kurangnya ketersedian air untuk mengairi tanaman. Perempuan akan kesulitan dalam memproduksi pangan apabila airnya tidak ada. Hanya mengandalkan air hujan saja untuk menyirami tanamannya. Jikapun ada air, sumbernya jauh dan harus mengeluarkan uang lebih sekitar Rp. 100.000 per hari untuk menyedot air dari sungai dengan menggunakan jet pump.

Buruh tani perempuan yang sedang melakukan olah tanah
Sumber: DokumentaSi KRKP

In conclusion, Selain mengatasi hal teknis untuk beradaptasi, perempuan selalu termajinalkan di dalam relasi sosialnya. Perempuan tidak pernah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan dan didominasi oleh laki-laki. Mereka kerap kali dilupakan. Artinya ada ketimpangan relasi gender dalam hal ini. Padahal perempuan menjadi subyek yang memiliki peran penting dalam semua sektor, termasuk pangan dan adaptasi terhadap perubahan. Tidak hanya menyediakan pangan, tetapi juga bertanggung jawab mengatur gizi anggota keluarga di dalam rumah seperti pangan beragam, bergizi dan berimbang. Jadi sudah saatnya kita merubah pemikiran mengenai peran perempuan tani dalam menopang ketahanan pangan dan menjadikan perempuan sebagai pejuang pangan dan lingkungan yang sesungguhnya. 

Write by: Siti Rizkah Sagala

Leave a Comment